ID/Prabhupada 0068 - Semua Orang Harus Bekerja

Revision as of 09:55, 26 September 2016 by Gusti (talk | contribs) (Created page with "<!-- BEGIN CATEGORY LIST --> Category:1080 Indonesian Pages with Videos Category:Prabhupada 0068 - in all Languages Category:ID-Quotes - 1975 Category:ID-Quotes...")
(diff) ← Older revision | Latest revision (diff) | Newer revision → (diff)


Invalid source, must be from amazon or causelessmery.com

Lecture on SB 6.1.45 -- Laguna Beach, July 26, 1975

Nitai : Di dalam kehidupan ini, setiap orang dengan sebatas pada tingkat yang sebanding atas berbagai jenis pekerjaannya, entah apakah pekerjaan itu saleh ataupun tidak saleh, maka sebagaimana itu pula hal-hal tersebut akan dilaksanakan di dalam kehidupan berikutnya, oleh orang yang sama itu, sampai pada tingkat yang sama, dengan jenis yang sama, di mana kegiatan yang dihasilkan akibat karmanya mengharuskannya menikmati ataupun menderita."

Prabhupāda :

yena yāvān yathādharmo
dharmo veha samīhitaḥ
sa eva tat-phalaṁ bhuṅkte
tathā tāvad amutra vai
(SB 6.1.45)

Jadi di dalam sloka sebelumnya kita telah mendiskusikan, dehavān na hy akarma-kṛt. Setiap orang yang memiliki badan material ini, maka ia harus bekerja. Setiap orang harus bekerja. Di dalam badan spiritual kamu juga harus bekerja. Di dunia material kamu juga harus bekerja. Karena prinsip dari bekerja adalah sang jiwa - jiwa adalah daya kehidupan - jadi ia selalu sibuk. Badan yang hidup berarti ada pergerakan di situ. Ada pekerjaan. Ia tidak bisa hanya duduk diam saja. Di dalam Bhagavad-gītā dikatakan, "Bahkan tidak sedetipun seseorang bisa berdiam diri." Itulah gejala dari makhluk hidup. Jadi pekerjaan akan berlangsung sesuai dengan badan tertentu. Anjing berlari, dan orang juga berlari. Akan tetapi orang berpikir bahwa ia jauh lebih beradab, karena ia berlari dengan menggunakan mobil. Keduanya sedang berlari, tetapi manusia memiliki jenis badan tertentu dengan mana ia bisa mempersiapkan suatu kendaran atau sepeda, dan dia bisa berlari menggunakan alat-alat itu. Ia berpikir bahwa, "Aku berlari dengan kecepatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan sang anjing, karenanya aku lebih beradab." Inilah mentalitas modern. Ia tidak memahami apa perbedaan antara berlari dengan kecepatan limapuluh mil per jam atau lima mil per jam atau lima ribu mil perjam atau bahkan lima juta mil per jam. Ruang ini tidaklah terbatas. Kecepatan apapun yang kamu capai, itu masih saja tidak mencukupi. Masih tetap tidak mencukupi.

Jadi hal seperti itu bukanlah kehidupan, bahwa, "Karena aku berlari dengan lebih cepat dari sang anjing, maka aku beradab."

panthās tu koṭi-śata-vatsara-sampragamyo
vāyor athāpi manaso muni-puṅgavānāṁ
so 'py asti yat-prapada-sīmny avicintya-tattve
govindam ādi-puruṣaṁ tam ahaṁ bhajāmi
(Bs. 5.34)

Kecepatan kita......Untuk apa kecepatan itu? Karena kita ingin mencapai suatu tujuan tertentu, maka itulah kecepatannya. Tetapi tujuan sejati adalah Govinda, Viṣṇu. Dan : na te viduḥ svārtha-gatiṁ hi viṣṇu. Mereka sedang berlari dengan kecepatan yang berbeda, tetapi mereka tidak mengetahui ke mana tujuannya. Salah seorang penyair besar di negara kami, Rabindranath Tagore, ia menulis sebuah artikel - aku membacanya - pada saat ia berada di London. Jadi di negaramu, negara-negara Barat, mobil-mobil dan ...., semuanya berjalan dengan kecepatan tinggi. Maka Rabindranath Tagore, ia seorang penyair. Ia berpikir bahwa, "Negeri orang-orang Inggris ini begitu kecil, dan mereka sedang berlari dengan kecepatan yang sangat tinggi sehingga mereka akan jatuh ke dalam laut." Ia berkata seperti itu. Mengapa mereka berlari begitu cepat? Jadi sama halnya, kita sedang berlari dengan sangat cepat hanya untuk mencapai neraka. Inilah kedudukan kita, karena kita tidak mengetahui apa yang menjadi tujuan kita. Jika aku tidak mengetahui ke mana tujuanku dan aku mencoba mengendarai mobilku dengan kecepatan penuh, maka apa yang akan menjadi hasilnya? Hasilnya adalah bencana. Karenanya kita harus memahami mengapa kita berlari. Seperti halnya sebuah sungai yang sedang pasang dengan arusnya yang sangat deras, mengalir, tetapi tujuannya adalah ke lautan. Ketika sungai sudah mencapai lautan, maka tujuannya menjadi hilang. Sama halnya, kita harus tahu apakah tujuan kita. Tujuan kita adalah Viṣṇu, Tuhan Kita adalah bagian yang tidak terpisahkan dari Tuhan. Kita adalah .... Entah bagaimana, kita sudah jatuh ke dalam dunia material ini. Karenanya tujuan kehidupan kita adalah untuk pulang kembali ke rumah, kembali kepada Tuhan. Itulah tujuan kita. Tidak ada tujuan lain lagi. Jadi gerakan kesadaran Kṛṣṇa kita mengajarkan bahwa, "Tetapkanlah tujuan kehidupanmu." Dan apa tujuan kehidupan itu? "Kembali ke rumah, kembali kepada Tuhan. Tetapi kamu justru pergi ke arah ini, arah yang berlawanan, yang menuju ke arah neraka. Itu bukanlah tujuanmu. Kamu harus pergi ke arah ini, kembali kepada Tuhan." Itulah ajaran kita.