ID/Prabhupada 0448 - Kita Seharusnya Mempelajari Tuhan Dari Śāstra, Dari Guru Dan Dari Sādhu

Revision as of 03:07, 12 July 2019 by Vanibot (talk | contribs) (Vanibot #0023: VideoLocalizer - changed YouTube player to show hard-coded subtitles version)
(diff) ← Older revision | Latest revision (diff) | Newer revision → (diff)


Lecture on SB 7.9.3 -- Mayapur, February 17, 1977

Pradyumna : (membaca) Terjemahan - "Kemudian Dewa Brahmā meminta Prahlāda Mahārāja, yang sedang berdiri sangat dekat dengannya, Anakku yang baik, Tuhan Nṛsiṁha-deva sedang sangat marah kepada ayahmu yang asura itu. Majulah ke depan dan tenangkanlah diriNya."

Prabhupāda :

prahrādaṁ preṣayām āsa
brahmāvasthitam antike
tāta praśamayopehi
sva-pitre kupitaṁ prabhum
(SB 7.9.3)

Jadi, Nṛsiṁha-deva sedang sangat, sangat marah. Sekarang, golongan manusia yang atheis, yang tidak memahami apakah sifat-sifat dari Kepribadian Tuhan Yang Maha Kuasa, maka mereka akan berkata, "Mengapa Tuhan harus menjadi marah?" Jadi Tuhan, mengapa Beliau tidak boleh marah?" Tuhan memiliki segala sesuatunya, jika tidak bagaimana Beliau disebut sebagai Tuhan yang maha lengkap? Pūrṇam. Kemarahan adalah salah satu sifat lain yang nerupakan ciri-ciri dari kehidupan. Batu tidak bisa menjadi marah karena ia adalah batu. Tetapi setiap makhluk hidup, ia bisa menjadi marah.

Itulah yang merupakan salah satu sifat. Dan mengapa Tuhan tidak boleh menjadi marah? Mereka hanya sekedar membayangkan Tuhan saja, tetapi mereka tidak memiliki konsep yang sebenarnya mengenai Tuhan. Mereka membayangkan bahwa, "Tuhan pastilah seperti ini. Tuhan itu anti kekerasan. Tuhan pastilah sangat penuh kedamaian." Mengapa? Dari manakah datangnya sifat marah itu? Sifat itu datang dari Tuhan sendiri. Jika tidak, maka keberadaan dari sifat marah itu tidak akan ada.

Demikianlah adanya. Janmādy asya yataḥ. (SB 1.1.1). Itulah definisi dari Brahman. Apapun yang kita alami dan apapun yang tidak kita alami ..... Kita belum mengalami segala-galanya. Seperti halnya dikatakan bahwa bahkan Lakṣmī juga belum memiliki pengalaman mengenai Nṛsiṁha-deva, bahwa Tuhan bisa menjadi setengah singa, setengah manusia. Bahkan jika Lakṣmī saja belum memiliki pengalaman mengenai hal itu, lalu apalagi dengan orang yang lainnya. Lakṣmī, ia adalah pasangan Tuhan yang berada terus menerus bersama Beliau. Jadi, hal itu dikatakan sebagai aṣruta. Apakah itu? Adṛṣṭa. Adṛṣṭa aṣruta pūrvatvāt. Lakṣmī menjadi takut karena ia juga belum pernah melihat, bentuk setengah singa, setengah manusia yang sangat besar seperti itu.

Tuhan memiliki sangat banyak wujud, advaita acyuta anādi ananta-rūpam. (Bs. 5.33). Ananta-rūpam, tetapi tetap, advaita. Jadi, di dalam Bhāgavata dikatakan bahwa inkarnasi-inkarnasi Tuhan adalah bagaikan gelombang dari sungai atau lautan. Tidak seorangpun bisa menghitung jumlahnya. Kamu akan kelelahan bila kamu ingin menghitung jumlah gelombang lautan. Itu adalah hal yang mustahil. Jadi, inkarnasi-inkarnasi Tuhan itu jumlahnya adalah sebanyak gelombang yang ada di lautan. Kamu tidak bisa menghitungnya, karena itulah kamu tidak akan bisa memahami berapa banyak inkarnasi yang dimilikiNya. Bahkan Lakṣmī, bahkan Anantadeva, mereka tidak mengetahui hal itu.

Jadi pengalaman kita itu sangatlah terbatas. Jika demikian, maka mengapa kita harus mengatakan bahwa, "Tuhan tidak memiliki ini, Tuhan tidak memiliki itu ...." seperti itu? Hal seperti itu adalah suatu keadaan tanpa Tuhan. Mereka membuat sekat-sekat yang membatasi. Mereka mengatakan bahwa ..... Bahkan di dalam yang disebut sebagai Ārya-samājī, suatu organisasi yang didasarkan atas Veda, mereka menegaskan bahwa Tuhan tidak bisa berinkarnasi. Mengapa? Jika Tuhan itu Maha Kuasa, maka mengapa Beliau tidak bisa berinkarnasi?

Karena itulah kita seharusnya tidak mempelajari Tuhan dari para bajingan seperti ini. Kita seharusnya mempelajari Tuhan dari śāstra, dari guru dan dari sādhu - yaitu mereka yang sudah melihat Tuhan, tattva-darśina. Tad viddhi praṇipātena paripraśnena sevayā, upadekṣyanti tad jñānam. (BG 4.34). Tad jñānam berarti pengetahuan spiritual. Tad-vijñānam.

tad-vijñānartham sa gurum evābhigacchet
samit-pāṇiḥ śrotriyaṁ brahma-niṣṭham
(MU 1.2.12)

Jadi, tad-vijñānam, kamu tidak bisa membayangkan, atau mengangan-angankan hal itu. Itu adalah hal yang mustahil. Kamu harus mempelajari hal itu dari seseorang yang tattva-darśinaḥ, seseorang yang sudah melihat Tuhan. Bahkan dengan hanya melihat, kamu tidak bisa memahaminya ..... Seperti halnya Lakṣmīdevi, ia bahkan melihatNya setiap saat, secara terus menerus. Tetapi ia tidak memahamiNya. Asruta-purva. Adrstāsruta-purva.

Jadi, apapun yang kita lihat ataupun yang tidak kita lihat, segalanya itu ada. Ahaṁ sarvasya prabhavaḥ. (BG 10.8). Kṛṣṇa berkata, "Apapun yang kamu lihat, apapun yang kamu alami, Akulah sumber dari segala sesuatu." Jadi, kemarahan pasti juga ada. Lalu, bagaimana kamu bisa mengatakan bahwa, "Tidak seharusnya Tuhan marah. Tidak seharusnya Tuhan seperti ini. Tidak seharusnya Tuhan ....?" Tidak, itu bukanlah kenyataannya. Itulah kekurangan pengalaman kita.