ID/Prabhupada 0454 - Kehidupan Menjadi Sangat Beresiko Apabila Kita Tidak Membangkitkan Divya-jñāna Kita

The printable version is no longer supported and may have rendering errors. Please update your browser bookmarks and please use the default browser print function instead.


Lecture -- Bombay, April 1, 1977

Prabhupāda : Jadi, apa ślokanya ? Divya-jñāna hṛde prakāśito. Coba ucapkan itu. (Orang India mengulang śloka itu). Coba ucapkan juga yang sebelumnya.

Tamu Orang India : Prema-bhakti yāhā hoite, avidyā vināśa yāte, divya-jñāna hṛde prakāśito.

Prabhupāda : Jadi yang merupakan kebutuhan adalah prema-bhakti. Prema-bhakti yāhā hoite, avidyā vināśa yāte, divya-jñāna. Apakah divya-jñāna itu? Divya berarti rohani, bukan material. Tapo divyam. (SB 5.5.1). Divyam artinya adalah ....., kita merupakan kombinasi dari materi dan jiwa. Jiwa itulah yang disebut divya, yang bersifat rohani. Apareyam itas tu viddhi me prakṛtiṁ parā. (BG 7.5). Itu adalah parā prakṛti, yang sifatnya lebih tinggi. Ada identitas yang lebih tinggi ..... Dan untuk memahami identitas yang lebih tinggi itu, kita memerlukan pengetahuan yang lebih tinggi, bukan pengetahuan yang biasa. Divya-jñāna hṛde prakāśito.

Jadi, inilah kewajiban guru, untuk membangkitkan divya-jñāna itu. Divya-jñāna. Dan karena gurulah yang memberikan pencerahan atas divya-jñāna tersebut, maka ia dipuja. Itulah yang diperlukan. Peradaban yang modern ini ..... yang modern atau selalu, ini adalah māyā. Divya-jñāna itu tidak pernah, maksudku, terwujudkan. Semuanya itu tersimpan di dalam kegelapan dari adivya-jñāna. Adivya-jñāna berarti, "Aku adalah badan ini." "Aku orang India," "aku orang Amerika," "aku Hindu," "aku Muslim," inilah adivya-jñāna. Dehātma-buddhiḥ. Yasyātma-buddhiḥ kuṇape tri. (SB 10.84.13). Aku bukanlah badan ini.

Jadi, awal dari divya-jñāna adalah ketika kita berusaha untuk memahami bahwa, "Aku bukanlah badan ini. Aku adalah elemen yang lebih tinggi, aku adalah jiwa rohani." Badan ini lebih rendah. Jadi, mengapa aku harus tetap berada di dalam pengetahuan yang lebih rendah?" Kita seharusnya tidak tetap berada di dalam pengetahuan yang lebih rendah ........ Pengetahuan yang lebih rendah berarti kegelapan. Tamasi mā. Petunjuk Veda adalah, "Jangan tetap berada di dalam pengetahuan yang lebh rendah." Jyotir gamaḥ, "Datanglah pada pengetahuan yang lebih tinggi."

Jadi, memuja guru artinya adalah dikarenakan ia memberi kita pengetahuan yang lebih tinggi Bukan pengetahuan yang semacam ini - bagaimana caranya makan, bagaimana caranya tidur, bagaimana caranya memiliki kehidupan seks dan bagaimana caranya mempertahankan diri. Pada umumnya, para pemimpin politik, para pemimpin sosial, mereka memberikan pengetahuan ini - bagaimana caranya makan, bagaimana caranya tidur, bagaimana caranya memiliki kehidupan seks dan bagaimana caranya mempertahankan diri. Seorang guru tidak memiliki urusan dengan hal-hal seperti itu. Ia adalah divya-jñāna, pengetahuan yang lebih tinggi. Itulah yang diperlukan.

Kehidupan di dalam badan manusia ini merupakan suatu kesempatan untuk membangkitkan divya-jñāna hṛde prakāśito itu. Dan ia hanya akan tetap menyimpan divya-jñāna itu di dalam kegelapan, jika ia hanya dilatih untuk memahami bagaimana caranya makan, bagaimana caranya tidur, bagaimana caranya memiliki kehidupan seks dan bagaimana caranya mempertahankan diri. Dan kemudian hidupnya akan menjadi terkalahkan. Itu adalah suatu kekalahan yang sangat besar. Mṛtyu-saṁsāra-vartmani. Aprāpya māṁ nivartante mṛtyu-saṁsāra-vartmani. (BG 9.3). Kehidupan menjadi sangat beresiko apabila kita tidak membangkitkan divya-jñāna kita. Kita harus selalu mengingat hal ini. Kehidupan yang sangat beresiko - sekali lagi dilemparkan ke dalam gelombang kelahiran dan kematian, dan kita tidak tahu ke mana kita akan pergi. Ini adalah sesuatu yang sangat serius.

Karena itu, kesadaran Kṛṣṇa ini adalah divya-jñāna. Ini bukan pengetahuan biasa. Setiap orang harus berusaha untuk memahami divya-jñāna ini. Daivīṁ prakṛtim āśritam. Karenanya seseorang yang tertarik kepada divya-jñāna ini, maka ia disebut sebagai daivīṁ prakṛtim āśritam. Dari kata daivī, muncul kata divya, kata-kata di dalam bahasa Sansekerta. Kata-kata bahasa Sansekerta, dari daivī, divya,yang adalah kata sifat.

Jadi, mahātmānas tu māṁ pārtha daivīṁ prakṛtim āśritāḥ. (BG 9.13). Seseorang yang telah menerima proses divya-jñāna ini, maka ia adalah mahātmā. Mahātmā bukanlah dihasilkan hanya dengan cara diberikan stempel sebagai tanda sudah menerima pengetahuan mengenai bagaimana caranya makan, bagaimana caranya tidur, bagaimana caranya memiliki kehidupan seks. Itu bukanlah definisi yang ada di dalam śāstra. Sa mahātmā su-durlabhaḥ.

bahūnāṁ janmanām ante
jñānavān māṁ prapadyante
vāsudevaḥ sarvam iti
sa mahātmā...
(BG 7.19)

Seseorang yang sudah menerima divya-jñāna ini, vāsudevaḥ sarvam iti sa mahātmā, maka itulah mahātmā. Tetapi hal itu sangat, sangatlah jarang. Jika tidak, maka mahātmā yang seperti ini, mereka akan berkeliaran di jalanan. Tetapi itulah urusan mereka.

Jadi, kamu seharusnya mengingat kata-kata ini, divya-jñāna hṛde prakāśito. Dan karena guru kerohanian memberikan pencerahan atas divya-jñāna, maka seseorang menjadi merasa berhutang budi kepadanya. Yasya prasādād bhagavat-prasādo yasya prasādān na gatiḥ kuto 'pi. Karena itu, guru-pūjā ini sangatlah penting. Sama pentingnya dengan pemujaan kepada Arca. Itu bukanlah suatu pemujaan yang bersifat murahan. Itu adalah proses untuk mencerahkan divya-jñāna.

Terimakasih banyak.

Penyembah : Jaya Prabhupāda!