ID/Prabhupada 0993 - Pastikan Bahwa Ia Tidak Berpuasa Meskipun Tidak Ada Makanan - Inilah Komunisme Spiritual

Revision as of 03:56, 12 July 2019 by Vanibot (talk | contribs) (Vanibot #0023: VideoLocalizer - changed YouTube player to show hard-coded subtitles version)
(diff) ← Older revision | Latest revision (diff) | Newer revision → (diff)


730407 - Lecture SB 01.14.43 - New York

(membaca) Terjemahan, "Apakah kamu tidak mendahulukan para orang tua serta para anak-anak yang berhak untuk makan bersamamu? Apakah kamu sudah meninggalkan mereka begitu saja dan menikmati makananmu sendiri saja? Apakah kamu sudah melakukan kesalahan yang tidak termaafkan, yang bisa dianggap sebagai sesuatu yang sangat menjijikkan?"

Prabhupāda : Jadi, "Apakah kamu tidak mendahulukan para orang tua serta para anak-anak yang berhak untuk makan bersamamu?" Inilah budaya Veda. Jika ada makanan yang harus dibagikan, maka pilihan pertama adalah dengan membagikannya kepada para anak-anak. Aku ingat, saat ini aku sudah berusia tujuhpuluh delapan tahun, dan aku ingat saat aku masih berusia empat atau lima tahun. Adakah di antara kalian yang sudah pernah melihat (tidak jelas) .... adakah yang sudah pernah melihatnya? Kamu sudah pernah melihatnya? Jadi, makanan serta minuman pertama kali akan diberikan kepada anak-anak. Saat itu, terkadang aku agak sedikit keras kepala, sehingga aku tidak mau duduk dan aku berkata, "Tidak, aku akan makan bersama anda, bersama orang-orang yang lebih tua." Tetapi seperti itulah sistemnya. Pertama-tama, anak-anak hendaknya diberi makan hingga merasa puas, lalu kemudian para brāhmaṇa, anak-anak serta para orang tua. Di dalam keluarga, maka yang didahulukan adalah para anak-anak serta orang tua ....

Lihatlah Mahārāja Yudhiṣṭhira, betapa ia sangat ingin mengurus Dhṛtarāṣṭra. Meskipun Dhṛtarāṣṭra sudah berperan sebagai musuhnya selama ini, namun tetap saja, merupakan kewajiban dari keluarga untuk mengurus para orang tua. Saat itu Dhṛtarāṣṭra memutuskan untuk pergi meninggalkan istana, sesudah digugat oleh adik laki-lakinya, Vidura, "Wahai kakakku, anda masih sangat melekat kepada kehidupan keluarga, anda ini tidak tahu malu. Anda menerima makanan dari mereka yang dahulunya anda anggap sebagai musuh anda. Sejak awal, anda ingin membunuh mereka. Anda membakar rumah mereka. Anda membuang mereka ke dalam hutan. Anda melakukan persekongkolan untuk menghancurkan hidup mereka, namun saat ini semua itu sudah berakhir. Semua putera anda, cucu anda, menantu anda, juga para saudara, ayah dan paman ..." Maksudku, Bhīṣma adalah paman dari Dhṛtarāṣṭra. Jadi, semua keluarga sudah musnah. Di dalam medan pertempuran Kurukṣetra, semua orang sudah binasa kecuali ke lima bersaudara ini. Yudhiṣṭhira, Bhīma, Arjuna, Nakula, Sahadeva, sedangkan semua anggota keluarga laki-laki lainnya sudah terbunuh. Jadi, sisa keturunan yang masih ada hanyalah Mahārāja Parīkṣit. Saat itu, Mahārāja Parīkṣit masih berada di dalam rahim ibunya. Ayahnya, Abhimanyu, putera dari Arjuna, sudah meninggal. Abhimanyu baru berusia enambelas tahun. Untunglah, saat itu istrinya sedang mengandung anaknya. Jika tidak, maka dinasti Kuru akan punah.

Jadi, Vidura memarahi Dhṛtarāṣṭra, "Namun anda tetap saja duduk di sini hanya untuk mendapatkan sedikit makanan, layaknya seekor anjing. Anda sama sekali tidak tahu malu, wahai kakakku." Jadi, Dhṛtarāṣṭra menerima teguran itu dengan serius, "Ya, ya, adikku, engkau berkata benar. Jadi, apa yang harus aku lakukan?" "Segeralah pergi dari sini. Segera keluarlah dari sini dan pergilah ke hutan." Jadi, Dhṛtarāṣṭra menyetujui hal itu dan iapun pergi ke hutan. Mahārāja Yudhiṣṭhira terbiasa untuk datang pagi-pagi sekali, sesudah mandi dan sesudah melakukan pemujaan, karena kewajiban pertamanya adalah untuk melihat dan menemui para orang tua, "Pamanku yang baik, apakah anda merasa nyaman? Apakah semuanya baik-baik saja sepanjang malam ini?" Dan untuk beberapa waktu, ia berbicara dengan pamannya untuk menyenangkan hatinya. Inilah kewajiban dari anggota keluarga - yaitu memelihara para anak-anak dan para orang tua, bahkan juga memelihara seekor kadal ataupun seekor ular yang ada di rumah. Inilah petunjuk yang kita temukan di dalam Śrīmad-Bhāgavatam, bahwa seperti itulah tanggung jawab dari seorang gṛhasta.

Dikatakan bahwa bahkan jika ada seekor ular sekalipun ... Tidak seorangpun yang mau memperdulikan sang ular. Setiap orang justru ingin membunuh ular tersebut, dan tidak seorangpun merasa menyesal untuk membunuh seekor ular. Prahlāda Mahārāja berkata, modeta sādhur api vṛścika-sarpa-hatyā. (SB 7.9.14). Ia berkata, "Ayah hamba adalah bagaikan seekor ular, atau vṛścika, seekor kalajengking. Jadi, tidak seorangpun menjadi tidak berbahagia saat seekor ular atau seekor kalajengking dibunuh. Jadi Tuhanku, hentikanlah amarah Anda. Sekarang segala sesuatunya sudah selesai, ayah hamba sudah tidak ada lagi." Jadi, itulah yang terjadi. Namun tetap saja śāstra menyatakan bahwa jika di dalam rumahmu ada seekor ular sekalipun, maka pastikan bahwa ia tidak berpuasa meskipun tidak ada makanan. Inilah komunisme spiritual. Orang-orang sedang menginginkan komunisme, tetapi mereka tidak memahami apa yang dimaksud dengan komunisme. Arti sebenarnya adalah bahwa setiap orang akan dipelihara. Itulah yang dimaksud dengan komunisme, komunisme yang sebenarnya. Tidak ada seorangpun yang akan menjadi kelaparan. Tidak ada seorangpun yang menginginkan sesuatu apapun lagi di dalam negara. Itulah komunisme.