ID/Prabhupada 0615 - Bekerjalah Untuk Kṛṣṇa Dengan Penuh Cinta Dan Antusias, Maka Itulah Kehidupan Kesadaran Kṛṣṇamu: Difference between revisions
(Created page with "<!-- BEGIN CATEGORY LIST --> Category:1080 Indonesian Pages with Videos Category:Prabhupada 0615 - in all Languages Category:ID-Quotes - 1973 Category:ID-Quotes...") |
(Vanibot #0023: VideoLocalizer - changed YouTube player to show hard-coded subtitles version) |
||
Line 7: | Line 7: | ||
[[Category:Indonesian Language]] | [[Category:Indonesian Language]] | ||
<!-- END CATEGORY LIST --> | <!-- END CATEGORY LIST --> | ||
<!-- BEGIN NAVIGATION BAR -- DO NOT EDIT OR REMOVE --> | |||
{{1080 videos navigation - All Languages|Indonesian|ID/Prabhupada 0614 - Kita Harus Sangat Berhati-hati Sekali, Karena Sekali Terjadi Kejatuhan Maka Itu Berarti Ada Jarak Sejauh Jutaan Tahun|0614|ID/Prabhupada 0616 - Brāhmaṇa, Kṣatriya, Vaiśya, Śūdra - Itulah Pembagian Yang Alamiah|0616}} | |||
<!-- END NAVIGATION BAR --> | |||
<!-- BEGIN ORIGINAL VANIQUOTES PAGE LINK--> | <!-- BEGIN ORIGINAL VANIQUOTES PAGE LINK--> | ||
<div class="center"> | <div class="center"> | ||
Line 15: | Line 18: | ||
<!-- BEGIN VIDEO LINK --> | <!-- BEGIN VIDEO LINK --> | ||
{{youtube_right| | {{youtube_right|HE41_nKWBOs|Bekerjalah Untuk Kṛṣṇa Dengan Penuh Cinta Dan Antusias, Maka Itulah Kehidupan Kesadaran Kṛṣṇamu<br />- Prabhupāda 0615}} | ||
<!-- END VIDEO LINK --> | <!-- END VIDEO LINK --> | ||
<!-- BEGIN AUDIO LINK (from English page --> | <!-- BEGIN AUDIO LINK (from English page --> | ||
<mp3player> | <mp3player>https://s3.amazonaws.com/vanipedia/clip/730723BG.LON_clip.mp3</mp3player> | ||
<!-- END AUDIO LINK --> | <!-- END AUDIO LINK --> | ||
Line 29: | Line 32: | ||
Para Māyāvādī, ada dua macam Māyāvādī, yaitu para impersonalis dan para voidis. Mereka semua adalah Māyāvādī. Jadi, filsafat mereka itu nampaknya baik, karena seorang yang bodoh tidak bisa memahami lebih dari itu. Seorang yang bodoh, jika ia diberi tahu bahwa ada kehidupan yang lebih baik di dunia spiritual, dengan menjadi pelayan Tuhan, Kṛṣṇa, maka mereka berpikir bahwa, "Aku sudah menjadi pelayan dari dunia material ini. Aku sudah sangat menderita. Lalu sekarang, kembali lagi menjadi pelayan Kṛṣṇa?" "Oh ..." Mereka menggigil ketakutan, "Oh, tidak, tidak. Ini bukanlah sesuatu yang baik. Ini tidak baik." Begitu mereka mendengar mengenai pelayanan, maka mereka memikirkan pelayanan yang tidak masuk akal. Mereka tidak bisa berpikir bahwa ada pelayanan, di mana yang ada hanyalah ānanda saja. Dan seseorang lalu hanya menjadi sangat ingin untuk tetap melayaniNya, melayani Kṛṣṇa. Itulah dunia spiritual. Itulah yang tidak bisa mereka pahami. Jadi, para nirviśeṣavādī, para impersonalis ini, mereka berpikir seperti itu. Seperti halnya orang sakit yang sedang berbaring di tempat tidur, dan ia diberi tahu bahwa, "Ketika kamu sembuh, maka kamu akan bisa makan dengan enak, kamu akan bisa berjalan," dan ia berpikir, "Bisa berjalan lagi? Bisa makan lagi?" Karena ia telah terbiasa makan obat yang pahit dan sāgudānā, yang rasanya tidak enak, serta banyak hal lainnya, seperti harus membuang air kecil dan membuang air besar di tempat tidur. Jadi, begitu mereka diberitahu bahwa, "Sesudah kamu sembuh, nanti tetap akan ada kegiatan buang air besar, buang air kecil dan kegiatan makan, tetapi kegiatan makan ini jauh lebih lezat," tetap saja ia tidak bisa memahami hal ini. Ia berkata, "Paling-paling , itu semua adalah kegiatan seperti yang sudah-sudah." | Para Māyāvādī, ada dua macam Māyāvādī, yaitu para impersonalis dan para voidis. Mereka semua adalah Māyāvādī. Jadi, filsafat mereka itu nampaknya baik, karena seorang yang bodoh tidak bisa memahami lebih dari itu. Seorang yang bodoh, jika ia diberi tahu bahwa ada kehidupan yang lebih baik di dunia spiritual, dengan menjadi pelayan Tuhan, Kṛṣṇa, maka mereka berpikir bahwa, "Aku sudah menjadi pelayan dari dunia material ini. Aku sudah sangat menderita. Lalu sekarang, kembali lagi menjadi pelayan Kṛṣṇa?" "Oh ..." Mereka menggigil ketakutan, "Oh, tidak, tidak. Ini bukanlah sesuatu yang baik. Ini tidak baik." Begitu mereka mendengar mengenai pelayanan, maka mereka memikirkan pelayanan yang tidak masuk akal. Mereka tidak bisa berpikir bahwa ada pelayanan, di mana yang ada hanyalah ānanda saja. Dan seseorang lalu hanya menjadi sangat ingin untuk tetap melayaniNya, melayani Kṛṣṇa. Itulah dunia spiritual. Itulah yang tidak bisa mereka pahami. Jadi, para nirviśeṣavādī, para impersonalis ini, mereka berpikir seperti itu. Seperti halnya orang sakit yang sedang berbaring di tempat tidur, dan ia diberi tahu bahwa, "Ketika kamu sembuh, maka kamu akan bisa makan dengan enak, kamu akan bisa berjalan," dan ia berpikir, "Bisa berjalan lagi? Bisa makan lagi?" Karena ia telah terbiasa makan obat yang pahit dan sāgudānā, yang rasanya tidak enak, serta banyak hal lainnya, seperti harus membuang air kecil dan membuang air besar di tempat tidur. Jadi, begitu mereka diberitahu bahwa, "Sesudah kamu sembuh, nanti tetap akan ada kegiatan buang air besar, buang air kecil dan kegiatan makan, tetapi kegiatan makan ini jauh lebih lezat," tetap saja ia tidak bisa memahami hal ini. Ia berkata, "Paling-paling , itu semua adalah kegiatan seperti yang sudah-sudah." | ||
Jadi, para Māyāvādī impersonalis, mereka tidak bisa memahami bahwa pelayanan kepada Kṛṣṇa itu sangat menyenangkan dan sangat membahagiakan. Mereka tidak bisa memahami hal itu. Karena itulah mereka menjadi impersonalis, "Tidak, Kebenaran Mutlak itu tidak mungkin memiliki kepribadian." Dan ini adalah sisi lain dari filsafat Buddha. Bagi mereka, impersonal berarti kosong. Tanpa kepribadian juga berarti kekosongan. Jadi, filsafat Budhha, mereka juga menganggap bahwa tujuan akhir adalah suatu kekosongan, dan para Māyāvādī ini, mereka juga membuat tujuan akhir ... Na te viduḥ svārtha-gatiṁ hi viṣṇum. ([[Vanisource:SB 7.5.31|SB 7.5.31]]). Mereka tidak memahami bahwa ada kehidupan yang penuh dengan kebahagiaan melalui pelayanan kepada Kṛṣṇa. Karenanya, di sini Arjuna berperan seperti halnya orang biasa. Jadi, ia berkata kepada Kṛṣṇa, "Engkau menginginkan hamba untuk bertempur, untuk menjadi berbahagia dengan mendapatkan kerajaan, tetapi melalui pembinasaan atas kerabat hamba sendiri? Oh, nimittāni viparītāni. ([[ | Jadi, para Māyāvādī impersonalis, mereka tidak bisa memahami bahwa pelayanan kepada Kṛṣṇa itu sangat menyenangkan dan sangat membahagiakan. Mereka tidak bisa memahami hal itu. Karena itulah mereka menjadi impersonalis, "Tidak, Kebenaran Mutlak itu tidak mungkin memiliki kepribadian." Dan ini adalah sisi lain dari filsafat Buddha. Bagi mereka, impersonal berarti kosong. Tanpa kepribadian juga berarti kekosongan. Jadi, filsafat Budhha, mereka juga menganggap bahwa tujuan akhir adalah suatu kekosongan, dan para Māyāvādī ini, mereka juga membuat tujuan akhir ... Na te viduḥ svārtha-gatiṁ hi viṣṇum. ([[Vanisource:SB 7.5.31|SB 7.5.31]]). Mereka tidak memahami bahwa ada kehidupan yang penuh dengan kebahagiaan melalui pelayanan kepada Kṛṣṇa. Karenanya, di sini Arjuna berperan seperti halnya orang biasa. Jadi, ia berkata kepada Kṛṣṇa, "Engkau menginginkan hamba untuk bertempur, untuk menjadi berbahagia dengan mendapatkan kerajaan, tetapi melalui pembinasaan atas kerabat hamba sendiri? Oh, nimittāni viparītāni. ([[ID/BG 1.30|BG 1.30]]). Engkau sedang menyesatkan diri hamba." Nimittāni ca paśyāmi viparītāni. "Hamba tidak akan menjadi berbahagia dengan membinasakan kerabat hamba. Itu mustahil. Bagaimana Engkau bisa membujuk hamba seperti itu?" Jadi, ia berkata, nimittāni ca viparītāni paśyāmi. "Tidak, tidak." Na ca śaknomy avasthātum, "Hamba tidak bisa berdiri di sini. Biarkan hamba kembali. Bawalah kereta hamba kembali. Hamba tidak akan tinggal di sini." Na ca śaknomy avasthātuṁ bhramatīva ca me manaḥ. ([[ID/BG 1.30|BG 1.30]]). "Hamba menjadi bingung. Hamba merasa bingung sekarang." | ||
Jadi, inilah kedudukan di dalam dunia material ini. Kita selalu ada di dalam masalah, selalu terbingungkan, dan ketika sesuatu yang lebih baik ditawarkan kepada orang-orang materialistik ini, "Terimalah kesadaran Kṛṣṇa, dan kamu akan berbahagia," ia justru melihatnya, nimittāni viparītāni, dengan sebaliknya. "Seperti apakah kesadaran Kṛṣṇa ini sehingga aku bisa berbahagia? Keluargaku ada di dalam masalah dan aku memiliki begitu banyak masalah. Bagaimana kesadaran Kṛṣṇa ini akan bisa membantuku? Nimittāni ca viparītāni. Inilah keadaan kehidupan material. Karenanya, diperlukan waktu, sedikit waktu, untuk memahami hal ini. Itulah Bhagavad-gītā. Arjuna yang sama, kini ia menemukan bahwa, nimittāni ca viparītāni. Saat ia akan memahami Bhagavad-gītā, maka ia akan mengatakan, "Ya, Kṛṣṇa, apa yang Engkau katakan, semua itu benar. Semua itu benar." Karena sesudah memberi petunjuk kepada Arjuna, Kṛṣṇa akan bertanya kepadanya, "Sekarang apa yang akan kamu lakukan?" Karena Kṛṣṇa tidak pernah memaksa. Kṛṣṇa mengatakan bahwa, "Berserah dirilah kepadaKu." Beliau tidak memaksa bahwa, "Kamu harus berserah diri. Aku ini Tuhan. Kamu adalah bagian yang tidak terpisahkan dariKu." Tidak, Beliau tidak pernah mengatakan itu. Karena Beliau telah memberimu sedikit kebebasan, dan Beliau tidak akan mengusik kebebasan itu. Jika tidak, apa bedanya sebuah batu dengan suatu makhluk hidup? Suatu makhluk hidup pasti memiliki kebebasan, meskipun kebebasan itu sangatlah kecil. Dan bahwa Kṛṣṇa tidak akan mengusik kebebasan itu. Beliau tidak akan mengusiknya. Kamu akan harus menyetujui hal itu, "Ya, Kṛṣṇa, aku akan berserah diri kepadaMu. Ya. Semua itu adalah untuk kebaikanku." | Jadi, inilah kedudukan di dalam dunia material ini. Kita selalu ada di dalam masalah, selalu terbingungkan, dan ketika sesuatu yang lebih baik ditawarkan kepada orang-orang materialistik ini, "Terimalah kesadaran Kṛṣṇa, dan kamu akan berbahagia," ia justru melihatnya, nimittāni viparītāni, dengan sebaliknya. "Seperti apakah kesadaran Kṛṣṇa ini sehingga aku bisa berbahagia? Keluargaku ada di dalam masalah dan aku memiliki begitu banyak masalah. Bagaimana kesadaran Kṛṣṇa ini akan bisa membantuku? Nimittāni ca viparītāni. Inilah keadaan kehidupan material. Karenanya, diperlukan waktu, sedikit waktu, untuk memahami hal ini. Itulah Bhagavad-gītā. Arjuna yang sama, kini ia menemukan bahwa, nimittāni ca viparītāni. Saat ia akan memahami Bhagavad-gītā, maka ia akan mengatakan, "Ya, Kṛṣṇa, apa yang Engkau katakan, semua itu benar. Semua itu benar." Karena sesudah memberi petunjuk kepada Arjuna, Kṛṣṇa akan bertanya kepadanya, "Sekarang apa yang akan kamu lakukan?" Karena Kṛṣṇa tidak pernah memaksa. Kṛṣṇa mengatakan bahwa, "Berserah dirilah kepadaKu." Beliau tidak memaksa bahwa, "Kamu harus berserah diri. Aku ini Tuhan. Kamu adalah bagian yang tidak terpisahkan dariKu." Tidak, Beliau tidak pernah mengatakan itu. Karena Beliau telah memberimu sedikit kebebasan, dan Beliau tidak akan mengusik kebebasan itu. Jika tidak, apa bedanya sebuah batu dengan suatu makhluk hidup? Suatu makhluk hidup pasti memiliki kebebasan, meskipun kebebasan itu sangatlah kecil. Dan bahwa Kṛṣṇa tidak akan mengusik kebebasan itu. Beliau tidak akan mengusiknya. Kamu akan harus menyetujui hal itu, "Ya, Kṛṣṇa, aku akan berserah diri kepadaMu. Ya. Semua itu adalah untuk kebaikanku." | ||
Itulah kesadaran Kṛṣṇa. Kamu harus menyetujuinya secara suka rela, bukan hanya secara mekanis atau hanya sekedar diulang-ulang saja. "Guru kerohanian berkata agar menyukai hal ini, bukan? Jadi baiklah, aku akan melakukannya." Tidak. Kamu harus memahaminya dengan sangat baik. Teṣāṁ satata-yuktānāṁ bhajatāṁ prīti-pūrvakam. ([[ | Itulah kesadaran Kṛṣṇa. Kamu harus menyetujuinya secara suka rela, bukan hanya secara mekanis atau hanya sekedar diulang-ulang saja. "Guru kerohanian berkata agar menyukai hal ini, bukan? Jadi baiklah, aku akan melakukannya." Tidak. Kamu harus memahaminya dengan sangat baik. Teṣāṁ satata-yuktānāṁ bhajatāṁ prīti-pūrvakam. ([[ID/BG 10.10|BG 10.10]]). Prīti, dengan penuh cinta. Ketika kamu bekerja, ketika kamu bekerja untuk Kṛṣṇa dengan penuh cinta dan antusias, maka itulah kehidupan kesadaran Kṛṣṇamu. Jika kamu berpikir bahwa, "Itu sudah usang, itu sangat mengganggu, tetapi apa yang bisa kuperbuat? Orang-orang ini memintaku untuk melakukan hal itu, jadi aku harus melakukannya," maka itu bukanlah kesadaran Kṛṣṇa. Kamu harus melakukannya secara suka rela dan dengan rasa senang yang besar. Maka kemudian kamu akan mengetahuinya. Utsāhān niścayād dhairyāt tat-tat-karma-pravartanāt, sato vṛtteḥ sādhu-saṅge ṣaḍbhir bhaktiḥ prasidhyati. Kamu akan menemukannya di dalam Upadeśāmṛta ([[Vanisource:NOI 3|NOI 3]]) kita. Kamu harus selalu antusias, utsāhāt. Dhairyāt, dengan kesabaran. Tat-tat-karma-pravartanāt. Niścayāt, niścayāt berarti dengan keyakinan. "Ketika aku disibukkan di dalam urusan Kṛṣṇa, kegiatan Kṛṣṇa, maka Kṛṣṇa pasti akan membawaku pulang kembali ke rumah, kembali ke ..." Niścayāt. Dan Kṛṣṇa berkata, man-manā bhava mad-bhakto mad-yājī māṁ namaskuru. ([[ID/BG 18.65|BG 18.65]]). "Aku akan membawamu kembali." Hal itu sudah dinyatakan. Dan Kṛṣṇa bukanlah seorang penipu, sehingga kita harus terus bekerja dengan penuh antusiasme. Hanya .. Bukan viparītāni. Hal itu akan diterima olehArjuna pada akhirnya. Kṛṣṇa akan bertanya kepadanya, "Arjuna yang baik, sekarang apakah keputusanmu?" Arjuna akan menjawab, "Ya." Tvat prasādāt keśava naṣṭa-mohaḥ. ([[ID/BG 18.73|BG 18.73]]), "Semua khayalan hamba sudah hilang sekarang." | ||
Itu saja. Terimakasih banyak. Hare Kṛṣṇa. | Itu saja. Terimakasih banyak. Hare Kṛṣṇa. | ||
<!-- END TRANSLATED TEXT --> | <!-- END TRANSLATED TEXT --> |
Latest revision as of 03:25, 12 July 2019
Lecture on BG 1.30 -- London, July 23, 1973
Para Māyāvādī, ada dua macam Māyāvādī, yaitu para impersonalis dan para voidis. Mereka semua adalah Māyāvādī. Jadi, filsafat mereka itu nampaknya baik, karena seorang yang bodoh tidak bisa memahami lebih dari itu. Seorang yang bodoh, jika ia diberi tahu bahwa ada kehidupan yang lebih baik di dunia spiritual, dengan menjadi pelayan Tuhan, Kṛṣṇa, maka mereka berpikir bahwa, "Aku sudah menjadi pelayan dari dunia material ini. Aku sudah sangat menderita. Lalu sekarang, kembali lagi menjadi pelayan Kṛṣṇa?" "Oh ..." Mereka menggigil ketakutan, "Oh, tidak, tidak. Ini bukanlah sesuatu yang baik. Ini tidak baik." Begitu mereka mendengar mengenai pelayanan, maka mereka memikirkan pelayanan yang tidak masuk akal. Mereka tidak bisa berpikir bahwa ada pelayanan, di mana yang ada hanyalah ānanda saja. Dan seseorang lalu hanya menjadi sangat ingin untuk tetap melayaniNya, melayani Kṛṣṇa. Itulah dunia spiritual. Itulah yang tidak bisa mereka pahami. Jadi, para nirviśeṣavādī, para impersonalis ini, mereka berpikir seperti itu. Seperti halnya orang sakit yang sedang berbaring di tempat tidur, dan ia diberi tahu bahwa, "Ketika kamu sembuh, maka kamu akan bisa makan dengan enak, kamu akan bisa berjalan," dan ia berpikir, "Bisa berjalan lagi? Bisa makan lagi?" Karena ia telah terbiasa makan obat yang pahit dan sāgudānā, yang rasanya tidak enak, serta banyak hal lainnya, seperti harus membuang air kecil dan membuang air besar di tempat tidur. Jadi, begitu mereka diberitahu bahwa, "Sesudah kamu sembuh, nanti tetap akan ada kegiatan buang air besar, buang air kecil dan kegiatan makan, tetapi kegiatan makan ini jauh lebih lezat," tetap saja ia tidak bisa memahami hal ini. Ia berkata, "Paling-paling , itu semua adalah kegiatan seperti yang sudah-sudah."
Jadi, para Māyāvādī impersonalis, mereka tidak bisa memahami bahwa pelayanan kepada Kṛṣṇa itu sangat menyenangkan dan sangat membahagiakan. Mereka tidak bisa memahami hal itu. Karena itulah mereka menjadi impersonalis, "Tidak, Kebenaran Mutlak itu tidak mungkin memiliki kepribadian." Dan ini adalah sisi lain dari filsafat Buddha. Bagi mereka, impersonal berarti kosong. Tanpa kepribadian juga berarti kekosongan. Jadi, filsafat Budhha, mereka juga menganggap bahwa tujuan akhir adalah suatu kekosongan, dan para Māyāvādī ini, mereka juga membuat tujuan akhir ... Na te viduḥ svārtha-gatiṁ hi viṣṇum. (SB 7.5.31). Mereka tidak memahami bahwa ada kehidupan yang penuh dengan kebahagiaan melalui pelayanan kepada Kṛṣṇa. Karenanya, di sini Arjuna berperan seperti halnya orang biasa. Jadi, ia berkata kepada Kṛṣṇa, "Engkau menginginkan hamba untuk bertempur, untuk menjadi berbahagia dengan mendapatkan kerajaan, tetapi melalui pembinasaan atas kerabat hamba sendiri? Oh, nimittāni viparītāni. (BG 1.30). Engkau sedang menyesatkan diri hamba." Nimittāni ca paśyāmi viparītāni. "Hamba tidak akan menjadi berbahagia dengan membinasakan kerabat hamba. Itu mustahil. Bagaimana Engkau bisa membujuk hamba seperti itu?" Jadi, ia berkata, nimittāni ca viparītāni paśyāmi. "Tidak, tidak." Na ca śaknomy avasthātum, "Hamba tidak bisa berdiri di sini. Biarkan hamba kembali. Bawalah kereta hamba kembali. Hamba tidak akan tinggal di sini." Na ca śaknomy avasthātuṁ bhramatīva ca me manaḥ. (BG 1.30). "Hamba menjadi bingung. Hamba merasa bingung sekarang."
Jadi, inilah kedudukan di dalam dunia material ini. Kita selalu ada di dalam masalah, selalu terbingungkan, dan ketika sesuatu yang lebih baik ditawarkan kepada orang-orang materialistik ini, "Terimalah kesadaran Kṛṣṇa, dan kamu akan berbahagia," ia justru melihatnya, nimittāni viparītāni, dengan sebaliknya. "Seperti apakah kesadaran Kṛṣṇa ini sehingga aku bisa berbahagia? Keluargaku ada di dalam masalah dan aku memiliki begitu banyak masalah. Bagaimana kesadaran Kṛṣṇa ini akan bisa membantuku? Nimittāni ca viparītāni. Inilah keadaan kehidupan material. Karenanya, diperlukan waktu, sedikit waktu, untuk memahami hal ini. Itulah Bhagavad-gītā. Arjuna yang sama, kini ia menemukan bahwa, nimittāni ca viparītāni. Saat ia akan memahami Bhagavad-gītā, maka ia akan mengatakan, "Ya, Kṛṣṇa, apa yang Engkau katakan, semua itu benar. Semua itu benar." Karena sesudah memberi petunjuk kepada Arjuna, Kṛṣṇa akan bertanya kepadanya, "Sekarang apa yang akan kamu lakukan?" Karena Kṛṣṇa tidak pernah memaksa. Kṛṣṇa mengatakan bahwa, "Berserah dirilah kepadaKu." Beliau tidak memaksa bahwa, "Kamu harus berserah diri. Aku ini Tuhan. Kamu adalah bagian yang tidak terpisahkan dariKu." Tidak, Beliau tidak pernah mengatakan itu. Karena Beliau telah memberimu sedikit kebebasan, dan Beliau tidak akan mengusik kebebasan itu. Jika tidak, apa bedanya sebuah batu dengan suatu makhluk hidup? Suatu makhluk hidup pasti memiliki kebebasan, meskipun kebebasan itu sangatlah kecil. Dan bahwa Kṛṣṇa tidak akan mengusik kebebasan itu. Beliau tidak akan mengusiknya. Kamu akan harus menyetujui hal itu, "Ya, Kṛṣṇa, aku akan berserah diri kepadaMu. Ya. Semua itu adalah untuk kebaikanku."
Itulah kesadaran Kṛṣṇa. Kamu harus menyetujuinya secara suka rela, bukan hanya secara mekanis atau hanya sekedar diulang-ulang saja. "Guru kerohanian berkata agar menyukai hal ini, bukan? Jadi baiklah, aku akan melakukannya." Tidak. Kamu harus memahaminya dengan sangat baik. Teṣāṁ satata-yuktānāṁ bhajatāṁ prīti-pūrvakam. (BG 10.10). Prīti, dengan penuh cinta. Ketika kamu bekerja, ketika kamu bekerja untuk Kṛṣṇa dengan penuh cinta dan antusias, maka itulah kehidupan kesadaran Kṛṣṇamu. Jika kamu berpikir bahwa, "Itu sudah usang, itu sangat mengganggu, tetapi apa yang bisa kuperbuat? Orang-orang ini memintaku untuk melakukan hal itu, jadi aku harus melakukannya," maka itu bukanlah kesadaran Kṛṣṇa. Kamu harus melakukannya secara suka rela dan dengan rasa senang yang besar. Maka kemudian kamu akan mengetahuinya. Utsāhān niścayād dhairyāt tat-tat-karma-pravartanāt, sato vṛtteḥ sādhu-saṅge ṣaḍbhir bhaktiḥ prasidhyati. Kamu akan menemukannya di dalam Upadeśāmṛta (NOI 3) kita. Kamu harus selalu antusias, utsāhāt. Dhairyāt, dengan kesabaran. Tat-tat-karma-pravartanāt. Niścayāt, niścayāt berarti dengan keyakinan. "Ketika aku disibukkan di dalam urusan Kṛṣṇa, kegiatan Kṛṣṇa, maka Kṛṣṇa pasti akan membawaku pulang kembali ke rumah, kembali ke ..." Niścayāt. Dan Kṛṣṇa berkata, man-manā bhava mad-bhakto mad-yājī māṁ namaskuru. (BG 18.65). "Aku akan membawamu kembali." Hal itu sudah dinyatakan. Dan Kṛṣṇa bukanlah seorang penipu, sehingga kita harus terus bekerja dengan penuh antusiasme. Hanya .. Bukan viparītāni. Hal itu akan diterima olehArjuna pada akhirnya. Kṛṣṇa akan bertanya kepadanya, "Arjuna yang baik, sekarang apakah keputusanmu?" Arjuna akan menjawab, "Ya." Tvat prasādāt keśava naṣṭa-mohaḥ. (BG 18.73), "Semua khayalan hamba sudah hilang sekarang."
Itu saja. Terimakasih banyak. Hare Kṛṣṇa.