ID/BG 2.1

Revision as of 01:16, 28 June 2018 by Vanibot (talk | contribs) (Vanibot #0019: LinkReviser - Revised links and redirected them to the de facto address when redirect exists)
(diff) ← Older revision | Latest revision (diff) | Newer revision → (diff)
Śrī Śrīmad A.C. Bhaktivedanta Swami Prabhupāda


ŚLOKA 1

सञ्जय उवाच
तं तथा कृपयाविष्टमश्रुपूर्णाकुलेक्षणम् ।
विषीदन्तमिदं वाक्यमुवाच मधुसूदनः ॥१॥
sañjaya uvāca
taḿ tathā kṛpayāviṣṭam
aśru-pūrṇākulekṣaṇam
viṣīdantam idaḿ vākyam
uvāca madhusūdanaḥ

Sinonim

sañjayaḥ uvāca—Sañjaya berkata; tam—kepada Arjuna; tathā—demikian; kṛpayā—oleh kasih sayang; āviṣṭam—tergugah; aśru-pūrṇa-ākula—penuh dengan air mata; īkṣaṇam—mata; viṣīdantam—menyesal; idam—ini; vākyam—kata-kata; uvāca—bersabda; Madhusūdanaḥ—pembunuh Madhu.

Terjemahan

Sañjaya berkata: Setelah melihat Arjuna tergugah rasa kasih sayang dan murung, matanya penuh air mata, Madhusūdana, Kṛṣṇa, bersabda sebagai berikut.

Penjelasan

Kasih sayang material, penyesalan dan air mata semuanya adalah tanda-tanda kebodohan terhadap diri yang sejati. Kasih sayang terhadap sang roh yang kekal adalah keinsafan diri. Kata "Madhusūdana" bermakna dalam ayat ini. Dahulu kala Śrī Kṛṣṇa membunuh raksasa bernama Madhu. Sekarang Arjuna ingin supaya Kṛṣṇa membunuh sifat keraksasaan yang telah menguasai DiriNya yang berupa kesalahpahaman dalam pelaksanaan kewajibannya. Tiada seorang pun mengetahui di mana kasih sayang harus digunakan. Kasih sayang terhadap pakaian yang disandang orang yang sedang tenggelam tidaklah masuk akal. Orang yang telah jatuh ke dalam lautan kebodohan tidak dapat diselamatkan hanya dengan menyelamatkan pakaian lahiriahnya—yaitu badan jasmani yang kasar. Orang yang tidak mengetahui hal ini dan menyesal karena pakaian lahiriah disebut sudra, atau orang yang menyesal bila penyesalan tidak diperlukan. Arjuna adalah seorang kṣatriya, dan tingkah laku seperti ini tidak pantas bagi Arjuna. Akan tetapi, Śrī Kṛṣṇa dapat menghilangkan penyesalan orang yang bodoh, dan karena inilah Bhagavad-gita disabdakan oleh Beliau. Bab ini memberikan pelajaran kepada kita tentang keinsafan diri dengan mempelajari badan jasmani dan sang roh secara analisis, sebagaimana dijelaskan oleh penguasa yang paling tinggi, Śrī Kṛṣṇa. Keinsafan tersebut dimungkinkan apabila seseorang bekerja tanpa ikatan terhadap hasil atau pahala dan mantap dalam paham yang tetap tentang sang diri yang sejati.