ID/BG 4.8

Revision as of 07:10, 22 December 2017 by Gusti (talk | contribs) (Bhagavad-gita Compile Form edit)
(diff) ← Older revision | Latest revision (diff) | Newer revision → (diff)
Śrī Śrīmad A.C. Bhaktivedanta Swami Prabhupāda


ŚLOKA 8

paritrāṇāya sādhūnāḿ
vināśāya ca duṣkṛtām
dharma-saḿsthāpanārthāya
sambhavāmi yuge yuge

Sinonim

paritrāṇāya—untuk menyelamatkan; sādhūnām—terhadap para penyembah; vināśāya—untuk membinasakan; ca—juga; duṣkṛtām—terhadap orang jahat; dharma—prinsip-prinsip dharma; saḿsthāpana-arthāya—untuk menegakkan kembali; sambhavāmi—Aku muncul; yuge—jaman; yuge—demi jaman.

Terjemahan

Untuk menyelamatkan orang saleh, membinasakan orang jahat dan untuk menegakkan kembali prinsip-prinsip dharma, Aku sendiri muncul pada setiap jaman.

Penjelasan

Menurut Bhagavad-gītā, seorang sādhu (orang suci) adalah orang yang sadar akan Kṛṣṇa. Barangkali kelihatannya seseorang melakukan perbuatan yang bertentangan dengan dharma, tetapi kalau dia mempunyai kwalifikasi kesadaran Kṛṣṇa secara keseluruhan dan sepenuhnya, harus dimengerti bahwa dia seorang sādhu. Duṣkṛtām berarti orang yang tidak mempedulikan kesadaran Kṛṣṇa. Orang jahat, atau duṣkṛtām, diuraikan sebagai orang bodoh dan manusia yang paling rendah, walaupun mungkin mereka menyandang pendidikan duniawi, sedangkan orang lain, yang seratus persen tekun dalam kesadaran Kṛṣṇa diakui sebagai sādhu, meskipun mungkin ia belum berpengetahuan dan belum mempunyai kebudayaan yang tinggi. Tuhan Yang Maha Esa tidak perlu muncul dalam bentukNya yang asli untuk membinasakan orang yang tidak percaya kepada Tuhan, seperti tindakan Beliau terhadap raksasa-raksasa bernama Rāvaṇa dan Kaṁsa. Tuhan mempunyai banyak pesuruh yang sanggup menghancurkan raksasa-raksasa. Tetapi Kṛṣṇa turun khususnya untuk melegakan hati para penyembahNya yang murni, yang selalu disiksa oleh orang jahat. Orang jahat menyiksa penyembah, walaupun kebetulan penyembah itu adalah anggota keluarganya. Prahlāda Mahārāja adalah putera Hiraṇyakaśipu, namun Prahlāda disiksa oleh ayahnya. Walaupun Devakī, ibu Kṛṣṇa, adalah adik Kaṁsa, Devakī dan suaminya bernama Vasudeva disiksa hanya karena Kṛṣṇa akan dilahirkan sebagai putera mereka. Jadi, Kṛṣṇa muncul terutama untuk menyelamatkan Devakī, daripada untuk membunuh Kaṁsa, tetapi kedua maksud itu dilaksanakan sekaligus. Karena itu, dikatakan di sini bahwa untuk menyelamatkan seorang penyembah dan membinasakan orang jahat, Kṛṣṇa muncul dalam berbagai penjelmaan.

Di dalam Caitanya-caritāmṛta hasil karya Kṛṣṇadāsa Kavirāja, ayat-ayat berikut (Madhya 20.263-264) meringkas prinsip-prinsip penjelmaan tersebut:

sṛṣṭi-hetu yei mūrti prapañce avatare
sei īśvara-mūrti 'avatāra' nāma dhare
māyātīta paravyome sabāra avasthāna
viśve avatari' dhare 'avatāra' nāma

"Avatāra, atau penjelmaan Tuhan Yang Maha Esa, turun dari kerajaan Tuhan untuk perwujudan material. Bentuk khusus Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa yang turun seperti itu disebut penjelmaan, atau avatāra. Penjelmaan penjelmaan seperti itu berada di dunia rohani, kerajaan Tuhan. Apabila mereka turun dalam ciptaan material, mereka diberi nama avatāra."

Ada berbagai jenis avatāra, misalnya puruṣāvatāras, guṇāvatāras, līlāvatāras, śakty-āveśa avatāras, manvantara-avatāras dan yugāvatāras—semuanya muncul tepat pada jadwal di seluruh alam semesta. Tetapi Śrī Kṛṣṇa adalah Tuhan Yang Mahaabadi, sumber segala avatāra. Śrī Kṛṣṇa turun dengan maksud khusus, yaitu untuk menghilangkan rasa cemas di dalam hati para penyembahNya yang murni. Para penyembah yang murni ingin sekali melihat Śrī Kṛṣṇa dalam kegiatanNya yang asli di Vṛndāvana. Karena itu, tujuan utama avatāra Kṛṣṇa ialah untuk memuaskan hati para penyembahNya yang murni.

Kṛṣṇa menyatakan bahwa Beliau menjelma pada setiap jaman. Ini menunjukkan bahwa Kṛṣṇa juga menjelma pada jaman Kali. Sebagaimana dinyatakan dalam Śrīmad-Bhāgavatam, penjelmaan pada jaman Kali adalah Śrī Caitanya Mahāprabhu yang telah menyebarkan cara sembahyang kepada Kṛṣṇa melalui perkumpulan saṅkīrtana (memuji nama-nama suci Kṛṣṇa secara bersama-sama) dan menyebarkan kesadaran Kṛṣṇa di seluruh India. Śrī Caitanya Mahāprabhu meramalkan bahwa kebudayaan sankirtana tersebut akan disebarkan di setiap pelosok dunia, dari kota ke kota dan dari desa ke desa. Śrī Caitanya sebagai penjelmaan Kṛṣṇa, Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, diuraikan secara rahasia tetapi tidak langsung dalam bagian-bagian rahasia Kitab-kitab Suci, misalnya Upaniṣad-upaniṣad, Mahābhārata dan Bhāgavatam. Para penyembah Śrī Kṛṣṇa sangat tertarik pada gerakan saṅkīrtana Śrī Caitanya. Śrī Caitanya Mahaprabhu sebagai avatāra Tuhan Yang Maha Esa tidak membunuh orang jahat, melainkan menyelamatkan mereka atas karuniaNya yang tiada sebabnya.