ID/BG 6.47: Difference between revisions

(Bhagavad-gita Compile Form edit)
 
(Vanibot #0019: LinkReviser - Revised links and redirected them to the de facto address when redirect exists)
 
Line 5: Line 5:


==== ŚLOKA 47 ====
==== ŚLOKA 47 ====
<div class="devanagari">
:योगिनामपि सर्वेषां मद्गतेनान्तरात्मना ।
:श्रद्धावान्भजते यो मां स मे युक्ततमो मतः ॥४७॥
</div>


<div class="verse">
<div class="verse">
:''yogīnām api sarveṣāḿ''
:yogīnām api sarveṣāḿ
:''mad-gatenāntar-ātmanā''
:mad-gatenāntar-ātmanā
:''śraddhāvān bhajate yo māḿ''
:śraddhāvān bhajate yo māḿ
:''sa me yuktatamo mataḥ''
:sa me yuktatamo mataḥ
 
</div>
</div>


Line 17: Line 21:


<div class="synonyms">
<div class="synonyms">
yogīnām—di antara yogī-yogī; api—juga; sarveṣām—segala jenis; mat-gatena—tinggal di dalam DiriKu, selalu berpikir tentangKu; antaḥātmanā—di dalam dirinya; śraddhā-vān—dengan keyakinan sepenuhnya; bhajate—melakukan pengabdian rohani dengan cinta-bhakti; yaḥ—orang yang; mām—kepadaKu (Tuhan Yang Maha Esa); saḥ—dia; me—olehKu; yukta-tamaḥ—yogī yang paling tinggi; mataḥ—dianggap.
''yogīnām''—di antara yogī-yogī; ''api''—juga; ''sarveṣām''—segala jenis; ''mat-gatena''—tinggal di dalam DiriKu, selalu berpikir tentangKu; ''antaḥātmanā''—di dalam dirinya; ''śraddhā-vān''—dengan keyakinan sepenuhnya; ''bhajate''—melakukan pengabdian rohani dengan cinta-bhakti; ''yaḥ''—orang yang; ''mām''—kepadaKu (Tuhan Yang Maha Esa); ''saḥ''—dia; ''me''—olehKu; ''yukta-tamaḥ''—yogī yang paling tinggi; ''mataḥ''—dianggap.
</div>
</div>


Line 40: Line 44:
Kata ''bhajanti'' juga digunakan dalam ayat ini. Karena itu, kata ''bhajanti'' hanya dapat digunakan berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, sedangkan kata "sembahyang" dapat digunakan untuk dewa atau makhluk hidup biasa lainnya. Kata ''avajānanti'', yang digunakan dalam ayat ''Śrīmad-Bhāgavatam'' tersebut, juga terdapat dalam ''Bhagavad-gītā. Avajānanti māṁ mūḍhāḥ'': "Hanya orang bodoh dan orang jahat mengejek Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, Kṛṣṇa." Orang bodoh seperti itu mengambil inisiatif sendiri untuk mengarang tafsiran-tafsiran ''Bhagavad-gītā'' tanpa sikap pengabdian kepada Tuhan. Sebagai akibatnya tidak dapat membedakan antara kata ''bhajanti'' dan kata "sembahyang" dengan sebenarnya.
Kata ''bhajanti'' juga digunakan dalam ayat ini. Karena itu, kata ''bhajanti'' hanya dapat digunakan berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, sedangkan kata "sembahyang" dapat digunakan untuk dewa atau makhluk hidup biasa lainnya. Kata ''avajānanti'', yang digunakan dalam ayat ''Śrīmad-Bhāgavatam'' tersebut, juga terdapat dalam ''Bhagavad-gītā. Avajānanti māṁ mūḍhāḥ'': "Hanya orang bodoh dan orang jahat mengejek Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, Kṛṣṇa." Orang bodoh seperti itu mengambil inisiatif sendiri untuk mengarang tafsiran-tafsiran ''Bhagavad-gītā'' tanpa sikap pengabdian kepada Tuhan. Sebagai akibatnya tidak dapat membedakan antara kata ''bhajanti'' dan kata "sembahyang" dengan sebenarnya.


Puncak segala jenis latihan ''yoga'' terdapat dalam ''bhakti-yoga''. Segala ''yoga'' lainnya hanya merupakan cara untuk mencapai tujuan ''bhakti-yoga. Yoga'' sebenarnya berarti ''bhakti-yoga''; segala ''yoga'' lainnya adalah langkah-langkah maju menuju tujuan ''bhakti-yoga''. Dari awal ''karma-yoga'' hingga akhir ''bhakti-yoga'' adalah jalan panjang menuju keinsafan diri. ''Karma-yoga'', tanpa kegiatan untuk mendatangkan hasil atau pahala untuk dinikmati adalah awal jalan tersebut. Apabila ''karma-yoga'' ditingkatkan dalam pengetahuan dan pelepasan ikatan, maka tingkat itu disebut ''jñāna-yoga''. Apabila ''jñāna-yoga'' ditingkatkan dalam semadi kepada Roh Yang Utama dengan berbagai proses jasmani, dan pikiran dipusatkan kepada Beliau, maka itu disebut ''aṣṭāṅga-yoga''. Dan apabila seseorang melampaui ''aṣṭāṅga-yoga'' dan mencapai Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa Kṛṣṇa, maka itu disebut 'bhakti-yoga'', atau puncak ''yoga''. Sebenarnya, ''bhakti-yoga'' adalah tujuan tertinggi, tetapi untuk menganalisis ''bhakti-yoga'' secara terperinci, seseorang harus mengerti ''yoga-yoga'' lainnya. Karena itu, ''yogī'' yang maju sedang menempuh jalan yang benar menuju keuntungan baik yang kekal. Orang yang berhenti pada titik tertentu dan tidak maju lebih lanjut disebut dengan istilah khusus: ''karma-yogī, jñāna-yogī'' atau ''dhyāna-yogī, rāja-yogī, haṭha-yogī'', dan sebagainya. Kalau seseorang cukup beruntung hingga ia mencapai ''bhakti-yoga'', dimengerti bahwa dia sudah melampaui segala ''yoga'' lainnya. Karena itu, menjadi sadar akan Kṛṣṇa adalah tingkat ''yoga'' tertinggi. Ini seperti kita membicarakan pegunungan Himalaya, kita menunjukkan pegunungan tertinggi di dunia dan gunung Everest, dianggap sebagai puncaknya.
Puncak segala jenis latihan ''yoga'' terdapat dalam ''bhakti-yoga''. Segala ''yoga'' lainnya hanya merupakan cara untuk mencapai tujuan ''bhakti-yoga. Yoga'' sebenarnya berarti ''bhakti-yoga''; segala ''yoga'' lainnya adalah langkah-langkah maju menuju tujuan ''bhakti-yoga''. Dari awal ''karma-yoga'' hingga akhir ''bhakti-yoga'' adalah jalan panjang menuju keinsafan diri. ''Karma-yoga'', tanpa kegiatan untuk mendatangkan hasil atau pahala untuk dinikmati adalah awal jalan tersebut. Apabila ''karma-yoga'' ditingkatkan dalam pengetahuan dan pelepasan ikatan, maka tingkat itu disebut ''jñāna-yoga''. Apabila ''jñāna-yoga'' ditingkatkan dalam semadi kepada Roh Yang Utama dengan berbagai proses jasmani, dan pikiran dipusatkan kepada Beliau, maka itu disebut ''aṣṭāṅga-yoga''. Dan apabila seseorang melampaui ''aṣṭāṅga-yoga'' dan mencapai Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa Kṛṣṇa, maka itu disebut ''bhakti-yoga'', atau puncak ''yoga''. Sebenarnya, ''bhakti-yoga'' adalah tujuan tertinggi, tetapi untuk menganalisis ''bhakti-yoga'' secara terperinci, seseorang harus mengerti ''yoga-yoga'' lainnya. Karena itu, ''yogī'' yang maju sedang menempuh jalan yang benar menuju keuntungan baik yang kekal. Orang yang berhenti pada titik tertentu dan tidak maju lebih lanjut disebut dengan istilah khusus: ''karma-yogī, jñāna-yogī'' atau ''dhyāna-yogī, rāja-yogī, haṭha-yogī'', dan sebagainya. Kalau seseorang cukup beruntung hingga ia mencapai ''bhakti-yoga'', dimengerti bahwa dia sudah melampaui segala ''yoga'' lainnya. Karena itu, menjadi sadar akan Kṛṣṇa adalah tingkat ''yoga'' tertinggi. Ini seperti kita membicarakan pegunungan Himalaya, kita menunjukkan pegunungan tertinggi di dunia dan gunung Everest, dianggap sebagai puncaknya.


Oleh karena kemujuran yang sangat besar seseorang mencapai kesadaran Kṛṣṇa melalui jalan ''bhakti-yoga'' sehingga dia menjadi mantap sesuai dengan petunjuk ''Veda''. Seorang ''yogī'' yang teladan memusatkan perhatiannya kepada Kṛṣṇa, yang bernama Śyāmasundara. Warna Śyāmasundara seindah awan, wajahnya mirip bunga padma yang secemerlang matahari, pakaian Beliau berseri oleh hiasan permata-permata serta badan Beliau dihiasi dengan kalung dari rangkaian bunga. Cahaya Beliau yang sangat indah bernama ''brahmajyoti'' menerangi segala sisi. Beliau menjelma dalam berbagai bentuk seperti Rāma, Nṛsiṁha, Varāha dan Kṛṣṇa, sebagai Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Beliau turun seperti seorang manusia, menjadi putera ibu Yaśodā. Beliau bernama Kṛṣṇa, Govinda dan Vāsudeva. Kṛṣṇa adalah anak, suami, kawan dan atasan yang sempurna, dan Beliau penuh segala kehebatan dan sifat-sifat rohani. Kalau seseorang tetap menyadari sepenuhnya ciri-ciri Kṛṣṇa yang tersebut di atas, dia disebut seorang ''yogī'' tertinggi.
Oleh karena kemujuran yang sangat besar seseorang mencapai kesadaran Kṛṣṇa melalui jalan ''bhakti-yoga'' sehingga dia menjadi mantap sesuai dengan petunjuk ''Veda''. Seorang ''yogī'' yang teladan memusatkan perhatiannya kepada Kṛṣṇa, yang bernama Śyāmasundara. Warna Śyāmasundara seindah awan, wajahnya mirip bunga padma yang secemerlang matahari, pakaian Beliau berseri oleh hiasan permata-permata serta badan Beliau dihiasi dengan kalung dari rangkaian bunga. Cahaya Beliau yang sangat indah bernama ''brahmajyoti'' menerangi segala sisi. Beliau menjelma dalam berbagai bentuk seperti Rāma, Nṛsiṁha, Varāha dan Kṛṣṇa, sebagai Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Beliau turun seperti seorang manusia, menjadi putera ibu Yaśodā. Beliau bernama Kṛṣṇa, Govinda dan Vāsudeva. Kṛṣṇa adalah anak, suami, kawan dan atasan yang sempurna, dan Beliau penuh segala kehebatan dan sifat-sifat rohani. Kalau seseorang tetap menyadari sepenuhnya ciri-ciri Kṛṣṇa yang tersebut di atas, dia disebut seorang ''yogī'' tertinggi.

Latest revision as of 03:08, 28 June 2018

Śrī Śrīmad A.C. Bhaktivedanta Swami Prabhupāda


ŚLOKA 47

योगिनामपि सर्वेषां मद्गतेनान्तरात्मना ।
श्रद्धावान्भजते यो मां स मे युक्ततमो मतः ॥४७॥
yogīnām api sarveṣāḿ
mad-gatenāntar-ātmanā
śraddhāvān bhajate yo māḿ
sa me yuktatamo mataḥ

Sinonim

yogīnām—di antara yogī-yogī; api—juga; sarveṣām—segala jenis; mat-gatena—tinggal di dalam DiriKu, selalu berpikir tentangKu; antaḥātmanā—di dalam dirinya; śraddhā-vān—dengan keyakinan sepenuhnya; bhajate—melakukan pengabdian rohani dengan cinta-bhakti; yaḥ—orang yang; mām—kepadaKu (Tuhan Yang Maha Esa); saḥ—dia; me—olehKu; yukta-tamaḥ—yogī yang paling tinggi; mataḥ—dianggap.

Terjemahan

Di antara semua yogī, orang yang mempunyai keyakinan yang kuat dan selalu tinggal di dalam DiriKu, berpikir tentang Aku di dalam dirinya, dan mengabdikan diri kepadaKu dalam cinta bhakti rohani sudah bersatu denganKu dalam yoga dengan cara yang paling dekat, dan dialah yang paling tinggi diantara semuanya. Itulah pendapatKu.

Penjelasan

Kata bhajate bermakna dalam ayat ini. Akar kata bhajate adalah kata kerja bhaj, yang digunakan apabila pengabdian diperlukan. Kata "sembahyang" dalam bahasa Indonesia tidak dapat digunakan dengan makna yang sama dengan bhaj. Sembahyang yang berarti memuji, atau menghormati Kepribadian yang patut dihormati. Tetapi pengabdian dengan cinta-bhakti dan keyakinan khususnya dimaksudkan untuk Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Seseorang dapat menghindari sembahyang kepada orang yang dihormati atau seorang dewa, dan barangkali orang akan mengatakan dia bersikap kurang hormat, tetapi kalau seseorang menghindari pengabdian kepada Tuhan Yang Maha Esa, maka dia disalahkan sepenuhnya. Setiap makhluk hidup adalah bagian dari Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa yang mempunyai sifat yang sama seperti Beliau. Karena itu, setiap makhluk hidup dimaksudkan untuk mengabdikan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa menurut kedudukan dasarnya. Kalau dia gagal melakukan demikian, dia akan jatuh. Hal ini dibenarkan dalam Śrīmad-Bhāgavatam (11.5.3) sebagai berikut:

ya eṣāḿ puruṣaḿ sākṣād
ātma-prabhavam īśvaram
na bhajanty avajānanti
sthānād bhraṣṭāḥ patanty adhaḥ

"Siapapun yang tidak mengabdikan diri dan mengalpakan kewajibannya kepada Tuhan Yang Maha Esa—sumber segala makhluk hidup, pasti akan jatuh dari kedudukan dasarnya".

Kata bhajanti juga digunakan dalam ayat ini. Karena itu, kata bhajanti hanya dapat digunakan berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, sedangkan kata "sembahyang" dapat digunakan untuk dewa atau makhluk hidup biasa lainnya. Kata avajānanti, yang digunakan dalam ayat Śrīmad-Bhāgavatam tersebut, juga terdapat dalam Bhagavad-gītā. Avajānanti māṁ mūḍhāḥ: "Hanya orang bodoh dan orang jahat mengejek Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, Kṛṣṇa." Orang bodoh seperti itu mengambil inisiatif sendiri untuk mengarang tafsiran-tafsiran Bhagavad-gītā tanpa sikap pengabdian kepada Tuhan. Sebagai akibatnya tidak dapat membedakan antara kata bhajanti dan kata "sembahyang" dengan sebenarnya.

Puncak segala jenis latihan yoga terdapat dalam bhakti-yoga. Segala yoga lainnya hanya merupakan cara untuk mencapai tujuan bhakti-yoga. Yoga sebenarnya berarti bhakti-yoga; segala yoga lainnya adalah langkah-langkah maju menuju tujuan bhakti-yoga. Dari awal karma-yoga hingga akhir bhakti-yoga adalah jalan panjang menuju keinsafan diri. Karma-yoga, tanpa kegiatan untuk mendatangkan hasil atau pahala untuk dinikmati adalah awal jalan tersebut. Apabila karma-yoga ditingkatkan dalam pengetahuan dan pelepasan ikatan, maka tingkat itu disebut jñāna-yoga. Apabila jñāna-yoga ditingkatkan dalam semadi kepada Roh Yang Utama dengan berbagai proses jasmani, dan pikiran dipusatkan kepada Beliau, maka itu disebut aṣṭāṅga-yoga. Dan apabila seseorang melampaui aṣṭāṅga-yoga dan mencapai Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa Kṛṣṇa, maka itu disebut bhakti-yoga, atau puncak yoga. Sebenarnya, bhakti-yoga adalah tujuan tertinggi, tetapi untuk menganalisis bhakti-yoga secara terperinci, seseorang harus mengerti yoga-yoga lainnya. Karena itu, yogī yang maju sedang menempuh jalan yang benar menuju keuntungan baik yang kekal. Orang yang berhenti pada titik tertentu dan tidak maju lebih lanjut disebut dengan istilah khusus: karma-yogī, jñāna-yogī atau dhyāna-yogī, rāja-yogī, haṭha-yogī, dan sebagainya. Kalau seseorang cukup beruntung hingga ia mencapai bhakti-yoga, dimengerti bahwa dia sudah melampaui segala yoga lainnya. Karena itu, menjadi sadar akan Kṛṣṇa adalah tingkat yoga tertinggi. Ini seperti kita membicarakan pegunungan Himalaya, kita menunjukkan pegunungan tertinggi di dunia dan gunung Everest, dianggap sebagai puncaknya.

Oleh karena kemujuran yang sangat besar seseorang mencapai kesadaran Kṛṣṇa melalui jalan bhakti-yoga sehingga dia menjadi mantap sesuai dengan petunjuk Veda. Seorang yogī yang teladan memusatkan perhatiannya kepada Kṛṣṇa, yang bernama Śyāmasundara. Warna Śyāmasundara seindah awan, wajahnya mirip bunga padma yang secemerlang matahari, pakaian Beliau berseri oleh hiasan permata-permata serta badan Beliau dihiasi dengan kalung dari rangkaian bunga. Cahaya Beliau yang sangat indah bernama brahmajyoti menerangi segala sisi. Beliau menjelma dalam berbagai bentuk seperti Rāma, Nṛsiṁha, Varāha dan Kṛṣṇa, sebagai Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Beliau turun seperti seorang manusia, menjadi putera ibu Yaśodā. Beliau bernama Kṛṣṇa, Govinda dan Vāsudeva. Kṛṣṇa adalah anak, suami, kawan dan atasan yang sempurna, dan Beliau penuh segala kehebatan dan sifat-sifat rohani. Kalau seseorang tetap menyadari sepenuhnya ciri-ciri Kṛṣṇa yang tersebut di atas, dia disebut seorang yogī tertinggi.

Tingkat kesempurnaan tertinggi dalam yoga hanya dapat dicapai dengan bhakti-yoga sebagaimana dibenarkan dalam segala kesusasteraan Veda:

yasya deve parā bhaktir
yathā deve tathā gurau
tasyaite kathitā hy arthāḥ
prakāśante mahātmanaḥ

"Hanya kepada roh-roh yang mulia yang percaya sepenuhnya kepada Tuhan Yang Maha Esa dan guru kerohanian, segala arti pengetahuan Veda diperlihatkan dengan sendirinya." (Śvetāśvatara Upaniṣad 6.23).

Bhaktir asya bhajanaṁ tad ihāmutropādhi-nairāsyenāmuṣmin manaḥ-kalpanam, etad eva naiṣkarmyam. "Bhakti berarti pengabdian dengan cinta-bhakti kepada Tuhan, bebas dari keinginan untuk keuntungan material, baik di dalam hidup ini maupun dalam penjelmaan yang akan datang. Seseorang harus menjadikan pikirannya khusuk sepenuhnya dalam Yang Mahakuasa, bebas dari segala kecenderungan seperti itu. Itulah maksud naiṣkarmya." (Gopāla-tāpanī Upaniṣad 1.15).

Cara-cara tersebut merupakan beberapa di antara cara-cara untuk melaksanakan bhakti, atau kesadaran Kṛṣṇa, tingkat kesempurnaan tertinggi dalam sistem yoga.

"Demikianlah selesai penjelasan Bhaktivedanta mengenai Bab Enam Śrīmad Bhagavad-gītā perihal Dhyāna-yoga".