ID/Prabhupada 0309 - Guru Kerohanian Itu Kekal

Revision as of 02:56, 12 July 2019 by Vanibot (talk | contribs) (Vanibot #0023: VideoLocalizer - changed YouTube player to show hard-coded subtitles version)
(diff) ← Older revision | Latest revision (diff) | Newer revision → (diff)


Lecture -- Seattle, October 2, 1968

Madhudviṣa : Apakah ada suatu cara bagi seorang Kristen, untuk menjadi maju, tanpa bantuan dari seorang guru kerohanian, untuk mencapai angkasa spiritual melalui keyakinan kepada kata-kata dari Jesus Kristus dan mencoba untuk mengikuti ajarannya?

Prabhupāda : Aku tidak menangkap maksudnya.

Tamāla Kṛṣṇa : Dapatkah seorang Kristen di masa sekarang ini, tanpa adanya seorang guru kerohanian, namun hanya dengan membaca Injil serta mengikuti petunjuk-petunjuk Jesus, mencapai .............

Prabhupāda : Ketika kamu membaca Injil, maka kamu sedang mengikuti guru kerohanian. Bagaimana kamu bisa mengatakan hal ini sebagai sesuatu yang "tanpa"? Begitu kamu membaca Injil, maka itu berarti kamu sedang mengikuti petunjuk dari Tuhan Jesus Kristus, yang berarti bahwa kamu sedang mengikuti sang guru kerohanian. Jadi, di manakah ada kesempatan untuk menjadi tanpa sang guru kerohanian?

Madhudviṣa : Saya mengacu kepada seorang guru kerohanian yang masih hidup.

Prabhupāda : Guru kerohanian bukanlah sesuatu yang .... Guru kerohanian itu kekal. Guru kerohanian itu kekal. Jadi pertanyaanmu adalah tanpa seorang guru kerohanian. Tanpa guru kerohanian, maka pada setiap tingkatan kehidupanmu, kamu itu tidak ada. Kamu boleh saja menerima guru kerohanian ini atau guru kerohanian itu. Itu adalah hal yang lain lagi. Tetapi kamu haruslah menerima. Seperti yang kamu katakan bahwa "Dengan membaca Injil," maka ketika kamu membaca Injil itu berarti kamu sedang mengikuti guru kerohanian, yang diwakili oleh beberapa romo atau beberapa imam dalam garis perguruan dari Tuhan Jesus Kristus. Jadi, di dalam segala hal, kamu harus mengikuti seorang guru kerohanian. Tidak ada yang disebut sebagai "tanpa guru kerohanian" itu. Apakah sudah jelas?

Madhudviṣa : Maksud saya adalah seperti halnya kami tidak bisa memahami ajaran-ajaran dari Bhagavad-gītā tanpa bantuan anda, tanpa penjelasan anda.

Prabhupāda : Sama halnya, kamu harus memahami Injil dengan bantuan dari para romo di gereja.

Madhudviṣa : Ya. Tetapi apakah ia juga menerima pemahaman yang benar dari garis perguruannya atau dari uskupnya? Karena kelihatannya ada suatu ketidak-sesuaian di dalam penafsiran terhadap Injil. Ada banyak sekte yang berbeda-beda di dalam agama Kristen yang menafsirkan Injil secara berbeda.

Prabhupāda : Tentu saja, tidak bisa ada penafsiran di dalam Injil. Karena jika demikian, tidak ada kewenangan dari Injil Jika kamu menafsirkan sesuatu maka ..... Seperti halnya "Sebutlah sebuah sekop sebagai sebuah sekop." Jadi, jika kamu menyebutnya sebagai sesuatu yang lain, maka itu adalah hal yang berbeda. Karena itulah ia bukan seorang guru kerohanian. Seperti halnya arloji ini. Setiap orang menyebutnya sebagai arloji, dan jika aku menyebutnya sebagai sebuah kacamata, lalu sebagai seorang guru kerohanian, apa nilaiku? Itu artinya aku hanya sedang menyesatkan saja. Ini adalah arloji, itulah yang harus aku sampaikan. (tertawa).

Jadi ada ..... Ketika ada salah penafsiran, maka ia bukanlah seorang guru kerhanian yang bona fide. Ia bukanlah seorang guru kerohanian, yang disebut sebagai yang bona fide. Jika aku ingin mengajarimu bagaimana caranya untuk memahami arloji ini, maka aku bisa berkata seperti ini, "Ini adalah yang dinamakan sebagai arloji, ini yang dinamakan jarum jam, ini yang disebut sebagai penanda waktu, ini adalah, itu adalah ....." Jadi itu sangat baik. Dan jika aku bekata bahwa, "Setiap orang menyebut ini sebagai arloji. Tetapi aku menyebutnya sebagai kacamata," maka guru kerohanian macam apakah aku ini? Tolaklah dia dengan segera. Kecerdasan seperti itulah yang harus kamu miliki, untuk membedakan yang manakah guru kerohanian yang palsu dan yang manakah guru kerohanian yang sejati. Jika tidak, maka kamu akan ditipu. Dan hal itu sedang terjadi. Setiap orang sedang menafsirkan menurut caranya masing-masing. Dalam kaitan dengan Bhagavad-gītā, maka ada ribuan edisi yang sudah diterbitkan, dan mereka telah berusaha untuk menafsirkan itu sesuai dengan cara mereka, dan semuanya itu tidak masuk akal. Semua penafsiran mereka itu seharusnya dibuang jauh-jauh. Kamu hanya harus membaca Bhagavad-gītā Menurut Aslinya saja. Maka kemudian kamu akan memahami.

Tidak ada yang namanya penafsiran itu, karena dengan demikian kewenangan akan menjadi hilang. Begitu kamu menafsirkan, maka dengan segera kewenangan menjadi tidak ada. Kitab Undang-undang. Apakah maksudmu kamu akan berkata di hadapan hakim di pengadilan bahwa, "Yang Mulia, saya menafsirkan bagian ini seperti ini," apakah hal itu akan diterima? Sang hakim akan dengan segera menjawab, "Anda itu siapa, sehingga anda bisa menafsirkan? Anda tidak punya hak untuk melakukan itu." Lalu, di manakah kewenangan dari kitab undang-undang ini jika setiap orang datang dan berkata, "Saya menafsirkan ini seperti ini?" Dan penafsiran, kapankah hal itu diperlukan? Jika suatu hal tidak dipahami. Jika aku berkata, "Ini adalah sebuah arloji," dan setiap orang memahami bahwa, "Itu adalah sebuah arloji, ya," maka di manakah ada kesempatan untuk menafsirkan hal itu sebagai sebuah kacamata? Jika setiap orang bisa memahami bagian yang sudah jelas tersebut ..... Seperti halnya di dalam Injil, "Tuhan berkata, 'Terciptalah,' dan ciptaanpun terwujudkan." Lalu apa perlunya penafsiran? Ya. Tuhan menciptakan. Kamu tidak bisa menciptakan. Lalu apa yang harus ditafsirkan lagi? Jadi, penafsiran yang tidak berguna tidaklah diperlukan dan hal semacam itu tidaklah bona fid,. dan mereka yang menafsirkan secara tidak berguna, maka mereka harus ditolak dengan segera. Dengan segera, tanpa adanya pertimbangan lagi. Tuhan berkata, "terciptalah." Maka ciptaan terwujud. Hal yang sederhana. Di mana perlu ada penafsiran lagi? Apa yang bisa ditafsirkan dalam hal ini? Misalkan hal itu merupakan suatu penafsiran. Apakah aku benar? Apakah dalam masa awal dari Injil, hal tersebut dikatakan seperti itu? "Tuhan berkata, 'Terciptalah,' dan terwujudlah ciptaan." Lalu, apa penafsiranmu? Katakan kepadaku, apa penafsiranmu. Apa ada yang perlu untuk ditafsirkan lagi? Bisakah kamu memberi saran mengenai itu? Lalu, di manakah ada kesempatan untuk menafsirkan? Seseorang bisa menjelaskan. Itu adalah hal yang lain lagi, namun kenyataan bahwa Tuhan menciptakan, itu akan selalu tetap seperti itu. Hal itu tidak bisa kamu rubah.

Sekarang, bagaimana proses kreatif itu berlangsung, hal itu dijelaskan di dalam Bhāgavatam : Pertama-tama, terdapat angkasa, kemudian ada suara, kemudian ada ini, ada itu. Inilah proses penciptaan, itu adalah suatu hal yang lain lagi. Tetapi kenyataannya, kenyataan utama bahwa Tuhan menciptakan, itu akan tetap ada di dalam setiap keadaan. Bukan seperti yang dikatakan oleh para ilmuwan yang kurang ajar itu bahwa, "Oh, ada suatu bongkahan dan bongkahan itu terbelah, dan kemudian menjadi planet-planet ini. Mungkin dan nampaknya seperti itu," itu semua hanya omong kosong belaka. Mereka itu hanya sekedar menafsirkan saja, "nampaknya," "mungkin." Itu sama sekali tidak ilmiah - "nampaknya," "mungkin." Mengapa mungkin? Ini adalah pernyataan yang jelas, "Tuhan menciptakan." Itu saja. Selesai.