ID/Prabhupada 0513 - Ada Begitu Banyak Badan-badan Lainnya, Sejumlah 8.400.000 Jenis Badan Yang Berbeda-beda

Revision as of 03:16, 12 July 2019 by Vanibot (talk | contribs) (Vanibot #0023: VideoLocalizer - changed YouTube player to show hard-coded subtitles version)
(diff) ← Older revision | Latest revision (diff) | Newer revision → (diff)


Lecture on BG 2.25 -- London, August 28, 1973

Pertanyaannya adalah, mengapa seseorang mendapatkan badan seorang raja, dan mengapa seseorang yang lainnya mendapatkan badan seekor babi. Ada begitu banyak badan-badan lainnya, sejumlah 8.400.000 jenis badan yang berbeda-beda. Lalu, mengapa ada perbedaan? Perbedaan itu dijelaskan di dalam Bhagavad-gītā. Kāraṇam. Kāraṇam berarti sebab. Mengapa terdapat keaneka-ragaman ini ........., kāraṇaṁ guṇa-saṅgo 'sya. Asya, jīvasya. Ia membaur dengan berbagai macam kualitas yang berbeda-beda, maka karena itu ia mendapatkan suatu jenis badan yang berbeda. Kāraṇaṁ guṇa-saṅgo 'sya.

Karena itu pula, urusan kita seyogyanya bukanlah untuk membaur atau berada dalam pergaulan dengan kualitas-kualitas material. Bahkan sampai pada sifat kebaikan sekalipun. Di dalam kualitas material, maka sifat kebaikan mengacu kepada kualitas kebrahmanaan. Sattva śama damas titikṣā. Jadi, pelayanan bhakti itu bahkan juga melampaui kualitas-kualitas yang baik tersebut. Di dalam dunia material, meskipun entah bagaimana, ia mendapatkan kelahiran di dalam suatu keluarga brāhmaṇa atau ia melaksanakan kewajibannya secara tegas sebagai seorang brāhmaṇa, namun tetap saja, ia masih terikat oleh hukum-hukum alam material ini. Apalagi bagi orang kebanyakan, mereka yang berada di dalam sifat nafsu dan sifat kebodohan. Kedudukan mereka sangatlah buruk. Jaghanya-guṇa-vṛtti-sthā adho gacchanti tāmasāḥ. (BG 14.18). Mereka yang ada di dalam sifat kebodohan, jaghanya, keadaan mereka itu sangatlah mengerikan.

Jadi, saat ini .... Mereka itu adalah śūdra. Kalau śūdra-sambhavaḥ. Dalam jaman Kali ini, setiap orang berada di dalam sifat kegelapan. Śūdra. Mereka tidak memahami karena mereka tidak memiliki pengetahuan ..... Seseorang yang memahami bahwa, "Aku adalah jiwa rohani, aku bukanlah badan ini," maka ia adalah brāhmaṇa. Dan seseorang yang tidak memahami hal itu, maka ia adalah śūdra, kṛpaṇa. Etad vidita prāye sa brāhmaṇa. Setiap orang pasti mati, demikianlah adanya, tetapi seseorang yang mati sesudah memahami kebenaran spiritual ..... Seperti halnya di sini, para murid yang sedang berusaha untuk memahami apakah kehidupan spiritual itu, dan entah bagaimana, jika ia memahami bahwa dirinya adalah jiwa rohani, maka pada akhirnya ia menjadi brāhmaṇa. Ia menjadi brāhmaṇa. Etad vidita. Dan orang yang tidak memahami hal itu, ia tetap menjadi seorang kṛpaṇa. Kṛpaṇa berarti kikir. Dan brāhmaṇa berarti murah hati. Ini adalah petunjuk dari kitab suci.

Jadi pertama-tama, kita harus menjadi brāhmaṇa. Barulah kemudian menjadi Vaiṣṇava. Brāhmaṇa hanya memahami bahwa, "Aku adalah jiwa rohani," ahaṁ brahmāsmi. Brahma jānāti iti brāhmaṇa. Brahma-bhūtaḥ prasannātmā. (BG 18.54). Melalui pengetahuan seperti itu, maka seseorang menjadi prasannātmā. Yang artinya adalah lega. Sebagaimana kamu merasakan kelegaan ...... Jika ada beban berat di atas kepalamu, lalu beban itu dihilangkan, maka kamu merasa lega, maka sama halnya, kebodohan yang membuat aku berpikir bahwa, "Aku adalah badan ini," itu adalah sebuah beban yang sangat berat yang membebani kita. Karenanya, pada saat kamu terbebas dari beban ini, maka kamu merasa lega.

Brahma-bhūtaḥ prasannātmā. (BG 18.54). Artinya adalah bahwa pada saat seseorang benar-benar memahami bahwa, "Aku bukanlah badan ini, aku adalah jiwa rohani," maka ia yang sebelumnya harus bekerja dengan sangat keras untuk memelihara badannya ini, dengan segera ia menjadi lega karena, "Mengapa aku bekerja begitu keras hanya untuk seonggok hal-hal yang bersifat material ini? Biarlah sekarang aku melaksanakan kebutuhan hidupku yang sebenarnya, kehidupan spiritualku." Dan itu adalah kelegaan yang sangat besar. Itu adalah kelegaan yang sangat besar. Brahma-bhūtaḥ prasannātmā na śocati na kāṅkṣati. (BG 18.54). Rasa lega ini berarti tidak ada lagi keinginan yang menggebu-gebu dan tidak ada lagi keluh kesah. Inilah brahma-bhūtaḥ.