ID/Prabhupada 0617 - Tidak Ada Rumusan Yang Baru, Ini Adalah Vyāsa-pūjā Yang Sama, Filsafat Yang Sama

Revision as of 09:06, 8 March 2017 by Gusti (talk | contribs) (Created page with "<!-- BEGIN CATEGORY LIST --> Category:1080 Indonesian Pages with Videos Category:Prabhupada 0617 - in all Languages Category:ID-Quotes - 1976 Category:ID-Quotes...")
(diff) ← Older revision | Latest revision (diff) | Newer revision → (diff)


Invalid source, must be from amazon or causelessmery.com

His Divine Grace Srila Bhaktisiddhanta Sarasvati Gosvami Prabhupada's Disappearance Day, Lecture -- Hyderabad, December 10, 1976

Prabhupāda : Jadi, empatpuluh tahun yang lalu, aku ingat kepada hal yang sama ini di tahun 1922, dan hal yang sama ini masih terus berlangsung. Tidak ada yang baru. Kita tidak sedang menciptakan sesuatu yang baru. Cukup hanya dengan menyajikan hal itu menurut aslinya, maka hal itu akan berhasil. Tidak ada ... Kamu paham? Semangat menulisku masih tetap sama. "Kami sedang disesatkan dan segalanya sedang menjadi tersesat." Peradaban yang sedang membinasakan jiwa ini sedang menyesatkan kita. Kita harus memahami hal ini, yaitu peradaban yang sangat menyesatkan ini. Tujuan hidup kita yang sebenarnya adalah untuk memahami identitas spiritual kita, dan menemukan hubungan kita dengan Tuhan, Kṛṣṇa. Itulah urusan kita yang sebenarnya. Namun peradaban modern ini sedang menyesatkan kita melalui berbagai cara yang berbeda-beda. Jadi, aku menuliskan tentang hal ini bahwa, "Kami sedang disesatkan dan segalanya sedang menjadi tersesat. Kami berdoa dengan sungguh-sungguh, mohon kiranya berkenan menyelamatkan kami, Oh Tuan. Membayangkan cara anda membuat kami berpaling dan menjadi memuja kaki padma anda, Oh Yang Maha Berkarunia." Jadi, bagian ini sangat disukai olehnya.

Kita harus menemukan cara untuk merubah arah aliran arus ini. Arus yang ada sekarang adalah kenikmatan indria-indria. Kehidupan material artinya adalah bahwa arus tersebut merupakan pemuasan indria-indria, dan arus ini harus diubah arah alirannya - menjadi pemuasan indria-indria Kṛṣṇa. Pemuasan indria-indria ada, tetapi di dalam peradaban material, di dalam peradaban yang menyesatkan ini, maka pemuasan indria-indria itu dinikmati sendiri. Ketika pemuasan indria-indria menjadi diarahkan kepada Kṛṣṇa, maka kehidupan kita menjadi berhasil. Seperti para gopī. Nampak sepertinya para gopī itu sedang tertarik kepada seorang pemuda, Kṛṣṇa, dan untuk memuaskan indria-indria mereka, maka mereka lalu menjalin persahabatan dengan Kṛṣṇa . Tetapi tidak. Itu bukanlah kenyataannya. Kenyataannya adalah bahwa para gopī menghias diri mereka dengan sangat indahnya, karena dengan melihat mereka seperti itu, maka Kṛṣṇa akan menjadi puas, dan bukannya untuk memuaskan indria-indria mereka. Pada umumnya, seorang gadis juga menghias dirinya untuk menarik perhatian para pemuda. Jadi, hal itu adalah hal yang sama, tetapi itu dimaksudkan untuk memuaskan indria-indria Kṛṣṇa, bukan untuk memuaskan indria-indria para gopī. Para gopī tidak menginginkan apapun. Tetapi Kṛṣṇa akan menjadi puas. Itulah perbedaan antara nafsu dan cinta. Cinta itu ada, dan hanya mungkin ada ketika cinta itu dialihkan kepada Kṛṣṇa. Itulah yang dinamakan cinta. Dan melampaui hal itu - bukan melampaui, melainkan di bawah itu - maka segala sesuatunya hanyalah merupakan nafsu belaka. Jadi, kita harus selalu mengingat hal ini. Indria-indria ini tidak harus dihentikan, namun ketika pemuasan indria-indria ini diarahkan kepada Kṛṣṇa, maka itulah yang dinamakan bhakti atau cinta. Dan ketika pemuasan indria-indria itu diarahkan kepada sang diri pribadi, maka itu adalah nafsu. Itulah perbedaan antara nafsu dan cinta. Jadi, Śrīla Bhaktisiddhānta Sarasvatī Ṭhākura memahami seni mengenai hal ini, yaitu bagaimana caranya merubah kegiatan kita bagi kepuasan Kṛṣṇa. Inilah gerakan kesadaran Kṛṣṇa. Karena itu aku menulis .... "Membayangkan cara anda membuat kami berpaling dan menjadi memuja kaki padma anda, Oh Yang Maha Berkarunia."

"Dengan melupakan Kṛṣṇa, maka kami, jiwa-jiwa yang jatuh." Mengapa kita jatuh? Karena kita sudah lupa. Hubungan kita dengan Kṛṣṇa itu bersifat kekal. Jika hubungan itu tidak kekal, lalu bagaimana kamu para orang -orang Barat bisa menjadi penyembah Kṛṣṇa? Kamu tidak bisa menjadi penyembah Kṛṣṇa secara dibuat-buat. Hubungan itu sudah ada secara kekal. Nitya-siddha kṛṣṇa-bhakti. Melalui proses ini, maka hubungan itu menjadi terbangun kembali sekarang. Śravaṇādi-śuddha-citte karaye udaya. (CC Madhya 22.107). Hubungan itu sudah terbangun kembali. Cinta antara pemuda dan pemudi itu bukanlah sesuatu yang dibuat-buat. Hal itu memang sudah ada. Dan melalui keadaan tertentu, melalui situasi lingkungan tertentu, maka cinta tersebut menjadi terwujud. Sama halnya, cinta kita kepada Kṛṣṇa, hubungan kita dengan Kṛṣṇa, itu bersifat kekal. Jīvera svarūpa haya nitya kṛṣṇa-dāsa. (CC Madhya 20.108-109). Tetapi kita harus menciptakan suatu keadaan tertentu sehingga hubungan kekal itu bisa menjadi terbangun kembali. Itulah seninya. Dan itulah yang diharapkan.

Jadi, "Dengan melupakan Kṛṣṇa, maka kami, jiwa-jiwa yang jatuh, harus membayar biaya untuk berkhayal yang sangat mahal harganya." Karena kita telah melupakan Kṛṣṇa, maka kita harus membayar biaya atau pajak yang sangat mahal. Pajak yang seperti apakah itu? Pajak itu adalah, nivartante mṛtyu-saṁsāra-vartmani. (BG 9.3). Kehidupan manusia ini dimaksudkan untuk memahami Kṛṣṇa, tetapi bukannya berusaha untuk memahami Kṛṣṇa, kita justru berusaha untuk memahami yang hanya namanya saja ilmu pengetahuan untuk memuaskan indria-indria. Itulah kedudukan kita. Energi yang telah diberikan alam kepada kita untuk memahami Kṛṣṇa, energi itu justru digunakan untuk membuat sesuatu bagi pemuasan indria-indria. Dan hal ini terus berlangsung. Inilah māyā, khayalan. Karena itulah, kita harus "membayar biaya untuk berkhayal yang sangat mahal harganya." Biaya pajak. Itulah yang harus kita bayar karena kita telah melupakan Kṛṣṇa. Karena itu, sekarang kita telah membuat senjata nuklir - Russia, Amerika - dan kamu akan harus membayar mahal untuk hal itu. Mereka sudah membayarnya dengan sangat mahal. Persiapan persenjataan seperti ini terus berlangsung. Lebih dari limapuluh persen pendapatan negara sekarang dihabiskan hanya untuk membiayai persiapan persenjataan ini .... dengan sangat mahal. Bukannya dipergunakan untuk tujuan lain, tetapi setiap negara justru membelanjakan penghasilannya untuk meningkatakn kekuatan militernya. Jadi, itulah biaya mahal yang harus kita bayar. Dan ketika terjadi perang, maka semuanya menjadi tidak ada batasnya, lalu sampai seberapa banyak kita akan memboroskan pengeluaran bagi kehancuran seperti ini. Jadi, mengapa? Karena kita telah melupakan Kṛṣṇa. Itulah kenyataannya.

Jadi, orang-orang ini, mereka telah membuat Perserikatan Bangsa-bangsa, tetapi mereka justru dengan tidak semestinya berkelahi seperti anjing. Jadi, hal ini tidak akan menyelesaikan permasalahannya. Masalah itu akan bisa terselesaikan jika mereka mengajukan suatu usulan bahwa seluruh dunia, bukan hanya dunia ini saja ... Kṛṣṇa berkata, sarva-loka maheśvaram. (BG 5.29). Kṛṣṇa adalah sang pemilik, lalu mengapa kita tidak menerima hal itu? Beliaulah sang pemilik yang sebenarnya. Siapa yang bisa menciptakan planet ini? Apakah kita atau ayah kita yang menciptakannya? Bukan. Kṛṣṇalah yang telah menciptakannya. Tetapi kita kemudian menuntut atas hal ini, "Bagian ini adalah milik orang Amerika, bagian ini milik orang India, bagian ini milik orang Pakistan." Secara tidak semestinya. Lalu apa nilai dari tuntutan semacam itu? Kita bisa menuntut atas hal itu untuk selama limapuluh, atau untuk selama enampuluh, atau untuk selama seratus tahun, dan sesudah itu, seseorang akan menendang kita, "Keluar!" Lalu di mana tuntutanmu? Tetapi mereka tidak memahami filsafat ini. Mereka sedang saling berkelahi, itu saja, "Ini milikku!. Ini adalah tanahku!" "Ini tanahku!" Mereka tidak memahami hal itu. Kṛṣṇa berkata, tathā dehāntara prāptiḥ. (BG 2.13). "Kamu adalah orang Amerika hari ini. Tetapi besok, jika bahkan sekalipun kamu menjadi sesuatu yang berasal dari Amerika, apakah itu sapi dari Amerika atau binatang dari Amerika, maka tidak seorangpun yang akan memperdulikan dirimu. Tidak seorangpun yang akan perduli pada pandangan politikmu." Tetapi, mereka tidak memahami seni atas hal ini. Ilmu pengetahuan ini tidak mereka pahami. Karena mereka sedang berada di dalam khayalan. Mereka berpikir bahwa, "Aku akan tetap menjadi orang Amerika, jadi biarkan aku menghabiskan waktuku untuk kepentingan-kepentingan Amerika," yang hanya namanya saja kepentingan. Sebenarnya, tidak pernah ada kepentingan apapun. Prakṛteḥ kriyamāṇāni guṇaiḥ karmāṇi sarvaśaḥ. (BG 3.27). Segala sesuatunya telah dilaksanakan oleh alam, dan kita hanya telah berpikir secara keliru saja bahwa, ahaṅkāra-vimūḍhātmā kartāham iti manyate. Dan khayalan ini sedang terus berlangsung. "Dengan melupakan Kṛṣṇa, maka kami, jiwa-jiwa yang jatuh, harus membayar biaya untuk berkhayal yang sangat mahal harganya." "Yang ada hanyalah kegelapan yang tanpa jejak. Dan harapan itu hanyalah Anda, Oh Yang Maha Berkarunia." Inilah pesannya, bahwa kita sedang berada di dalam kegelapan.

Jadi, kita akan mendiskusikannya lagi nanti. Sekarang ... Jam berapa sekarang?

Penyembah : Jam sembilan kurang seperempat.

Prabhupāda : Hmm?

Penyembah : Jam sembilan kurang seperempat.

Prabhupāda : Ya. Jadi, kta akan mendiskusikan hal ini kembali. Jadi, hal yang sama ini telah diawali oleh Kṛṣṇa, dan melalui sistem paramparā, kita telah memahami filsafat ini. Evaṁ paramparā prāptam imaṁ rājarṣayo viduḥ. (BG 4.2). Jadi, pertahankanlah sistem paramparā ini. Vyāsa-pūjā ini merupakan sistem paramparā. Vyāsa-pūjā artinya adalah menerima sistem paramparā ini. Vyāsa. Guru adalah wakil dari Vyāsadeva, karena ia tidak merubah sesuatu apapun. Apa yang Vyāsa-pūjā... Apa yang dikatakan oleh Vyāsadeva, maka gurumu juga akan mengatakan hal yang sama. Dan bukannya bahwa, "Sudah ratusan ribu tahun berlalu, maka karenanya aku akan memberimu suatu rumusan baru." Tidak, tidak ada rumusan yang baru. Ini adalah Vyāsa-pūjā yang sama, filsafat yang sama. Kita hanya harus menerimanya saja, maka hidup kita akan menjadi berhasil.

Terimakasih banyak.

Penyembah : Jaya!