ID/Prabhupada 1051 - Aku Tidak Memiliki Kemampuan, Namun Aku Menerima Kata-kata Guruku Sebagai Hidup Dan Jiwaku: Difference between revisions

 
(Vanibot #0023: VideoLocalizer - changed YouTube player to show hard-coded subtitles version)
 
Line 10: Line 10:
<!-- END CATEGORY LIST -->
<!-- END CATEGORY LIST -->
<!-- BEGIN NAVIGATION BAR -- DO NOT EDIT OR REMOVE -->
<!-- BEGIN NAVIGATION BAR -- DO NOT EDIT OR REMOVE -->
{{1080 videos navigation - All Languages|Indonesian|ID/Prabhupada 1050 - "Lakukan Ini Dan Beri Aku Uang, Maka Kamu Akan Berbahagia" - Itu Bukanlah Guru|1050|ID/Prabhupada 1057 - Bhagavad-gītā Juga Dikenal Sebagai Gītopaniṣad, Intisari Dari Segala Pengetahuan Veda|1057}}
{{1080 videos navigation - All Languages|Indonesian|ID/Prabhupada 1050 - "Lakukan Ini Dan Beri Aku Uang, Maka Kamu Akan Berbahagia" - Itu Bukanlah Guru|1050|ID/Prabhupada 1052 - Di Bawah Pengaruh Māyā, Kita Berpikir Bahwa, "Ini Adalah Milikku"|1052}}
<!-- END NAVIGATION BAR -->
<!-- END NAVIGATION BAR -->
<!-- BEGIN ORIGINAL VANIQUOTES PAGE LINK-->
<!-- BEGIN ORIGINAL VANIQUOTES PAGE LINK-->
Line 20: Line 20:


<!-- BEGIN VIDEO LINK -->
<!-- BEGIN VIDEO LINK -->
{{youtube_right|QKXzBVDbs80|Aku Tidak Memiliki Kemampuan, Namun Aku Menerima Kata-kata Guruku Sebagai Hidup Dan Jiwaku<br/>- Prabhupāda 1051}}
{{youtube_right|lyDTBI9S5nk|Aku Tidak Memiliki Kemampuan, Namun Aku Menerima Kata-kata Guruku Sebagai Hidup Dan Jiwaku<br/>- Prabhupāda 1051}}
<!-- END VIDEO LINK -->
<!-- END VIDEO LINK -->


Line 52: Line 52:
Jadi, di sini juga dikatakan ... Di dalam śloka pertama dikatakan, mūḍha. ([[Vanisource:SB 6.1.26|SB 6.1.26]]). Dan di dalam śloka yang ke dua dikatakan, sa evaṁ vartamānaḥ ajñaḥ. ([[Vanisource:SB 6.1.27|SB 6.1.27]]). Ajña berarti bajingan dan mūḍha juga berarti bajingan. Ajña berarti bodoh, ia yang tidak memiliki pengetahuan. Jña berarti orang yang memiliki pengetahuan. Ajña berarti orang yang tidak memiliki pengetahuan. Mṛtyu-kāla upasthite. Jadi, setiap orang yang ada di dalam dunia material ini adalah  mūḍha, ajña. Ia tidak memperdulikan bahwa, "Aku akan bertemu dengan kematian. Saat segala sesuatu menjadi selesai, maka semua rencanaku, semua modalku, segala sesuatunya juga akan menjadi selesai." Ia tidak memahami hal itu. Ia mengetahui hal itu, tetapi ia tidak perduli untuk melaksanakan hal itu. Karena itu, setiap orang adalah mūḍha dan ajña.  
Jadi, di sini juga dikatakan ... Di dalam śloka pertama dikatakan, mūḍha. ([[Vanisource:SB 6.1.26|SB 6.1.26]]). Dan di dalam śloka yang ke dua dikatakan, sa evaṁ vartamānaḥ ajñaḥ. ([[Vanisource:SB 6.1.27|SB 6.1.27]]). Ajña berarti bajingan dan mūḍha juga berarti bajingan. Ajña berarti bodoh, ia yang tidak memiliki pengetahuan. Jña berarti orang yang memiliki pengetahuan. Ajña berarti orang yang tidak memiliki pengetahuan. Mṛtyu-kāla upasthite. Jadi, setiap orang yang ada di dalam dunia material ini adalah  mūḍha, ajña. Ia tidak memperdulikan bahwa, "Aku akan bertemu dengan kematian. Saat segala sesuatu menjadi selesai, maka semua rencanaku, semua modalku, segala sesuatunya juga akan menjadi selesai." Ia tidak memahami hal itu. Ia mengetahui hal itu, tetapi ia tidak perduli untuk melaksanakan hal itu. Karena itu, setiap orang adalah mūḍha dan ajña.  


Kemudian, sekalipun kematian sudah datang, matiṁ cakāra tanaye bāle nārāyaṇāhvaye. Ia sudah merasakan, "Sekarang aku sedang sekarat, kematian sudah dekat." Tetapi tetap saja ia masih memikirkan anaknya. Jadi, yaṁ yaṁ vāpi smaran loke tyajaty ante. ([[Vanisource:BG 8.6|BG 8.6]]). Ia memiliki seorang anak dan nama anaknya adalah Nārāyaṇa. Karena itu, kedudukannya menjadi berbeda. Tetapi jika aku memiliki rasa sayang yang sama, tetapi rasa sayangku aku tujukan kepada anjingku, lalu seperti apakah nantinya kedudukanku? Sudah sewajarnya, aku akan memikirkan anjingku dan dengan segera aku akan mendapatkan badan lain berupa badan seekor anjing. Itulah hukum alam. Yaṁ yaṁ vāpi smaran loke tyajaty ante kalevaram. Pada saat itu ... Ujiannya adalah pada saat kematian datang, maka pada saat itulah akan diputuskan mengenai badan apa yang akan kamu peroleh berikutnya. Jadi, yaṁ yaṁ vāpi smaran bhāvam. Seperti ia yang sangat menyayangi anaknya. Ia terus memikirkan anaknya. Maka sama halnya, jika kamu sangat menyayangi anjingmu atau sesuatu yang lain, maka kamu akan memikirkan hal itu pada saat kematianmu . Karena itu, berlatihlah mengucapkan Hare Kṛṣṇa, sehingga saat kematian datang kamu bisa memikirkan Kṛṣṇa dan hidupmu menjadi berhasil.  
Kemudian, sekalipun kematian sudah datang, matiṁ cakāra tanaye bāle nārāyaṇāhvaye. Ia sudah merasakan, "Sekarang aku sedang sekarat, kematian sudah dekat." Tetapi tetap saja ia masih memikirkan anaknya. Jadi, yaṁ yaṁ vāpi smaran loke tyajaty ante. ([[ID/BG 8.6|BG 8.6]]). Ia memiliki seorang anak dan nama anaknya adalah Nārāyaṇa. Karena itu, kedudukannya menjadi berbeda. Tetapi jika aku memiliki rasa sayang yang sama, tetapi rasa sayangku aku tujukan kepada anjingku, lalu seperti apakah nantinya kedudukanku? Sudah sewajarnya, aku akan memikirkan anjingku dan dengan segera aku akan mendapatkan badan lain berupa badan seekor anjing. Itulah hukum alam. Yaṁ yaṁ vāpi smaran loke tyajaty ante kalevaram. Pada saat itu ... Ujiannya adalah pada saat kematian datang, maka pada saat itulah akan diputuskan mengenai badan apa yang akan kamu peroleh berikutnya. Jadi, yaṁ yaṁ vāpi smaran bhāvam. Seperti ia yang sangat menyayangi anaknya. Ia terus memikirkan anaknya. Maka sama halnya, jika kamu sangat menyayangi anjingmu atau sesuatu yang lain, maka kamu akan memikirkan hal itu pada saat kematianmu . Karena itu, berlatihlah mengucapkan Hare Kṛṣṇa, sehingga saat kematian datang kamu bisa memikirkan Kṛṣṇa dan hidupmu menjadi berhasil.  


Terimakasih banyak.  
Terimakasih banyak.  

Latest revision as of 04:01, 12 July 2019



750712 - Lecture SB 06.01.26-27 - Philadelphia

Prabhupāda : Bukankah kamu menyanyikan lagu itu setiap hari? Tetapi apakah kamu memahami artinya? Atau kamu hanya sekedar menyanyikannya saja? Apa arti lagu itu? Siapa yang bisa menjelaskan? Huh? Tidak seorangpun yang tahu? Ya, apa artinya?

Penyembah : "Keinginan saya hanyalah agar pikiran saya selalu disucikan oleh kata-kata yang keluar dari mulut guru kerohanian saya. Saya tidak memiliki keinginan lain lagi."

Prabhupāda : Ya, inilah perintahnya. Guru-mukha-padma-vākya, cittete koriyā aikya. Citta berarti kesadaran, atau hati. "Aku hanya akan melakukan hal ini saja, bās. Apa yang dikatakan oleh Guru Mahārājaku, maka aku akan melaksanakan hal itu." Cittete koriyā aikya, ār nā koriho mane āśā. Jadi, ini bukanlah untuk keperluan gengsi atau harga diriku, tetapi aku bisa mengatakan bahwa aku melakukan hal ini sebagai petunjuk untukmu. Karena itu sekecil apapun keberhasilan yang bisa kamu lihat dibandingkan dengan para saudara-saudara seperguruanku, itu semua adalah akibat dari hal ini.

Aku tidak memiliki kemampuan, namun aku menerima kata-kata guruku sebagai hidup dan jiwaku. Itulah kenyataannya. Guru-mukha-padma-vākya, cittete koriyā aikya. Setiap orang hendaknya melakukan hal itu. Tetapi jika ia membuat penambahan dan perubahan, maka berarti ia sudah tamat. Tidak boleh ada penambahan maupun perubahan. Kamu harus mendekati guru - guru berarti pelayan Tuhan atau Kṛṣṇa yang setia - dan kamu harus menerima kata-katanya serta melayaninya. Maka kemudian kamu akan menjadi berhasil. Tetapi jika kamu lalu mereka-reka, "Aku lebih cerdas dibandingkan dengan guruku dan aku bisa membuat penambahan serta perubahan," maka kamu akan menjadi tamat. Jadi, hanya itu saja. Dan sekarang, lanjutkan menyanyi.

Penyembah : Śrī-guru-caraṇe rati, ei se uttama-gati.

Prabhupāda : Śrī-guru-caraṇe rati, ei se, uttama-gati. Jika kamu ingin mendapatkan kemajuan yang sebenarnya, maka kamu harus benar-benar setia kepada kaki padma guru. Kemudian?

Penyembah : Je prasāde pūre sarva āśā.

Prabhupāda : Je prasāde pūre sarva āśā. Yasya prasādāt ... Inilah petunjuk di dalam keseluruhan filsafat Vaiṣṇava. Jadi, kecuali jika kita melaksanakan hal itu, maka kita akan tetap menjadi mūḍha. Dan hal ini dijelaskan di dalam Ajāmila upākhyāna ini. Jadi, hari ini kita akan membaca śloka ini, sa evaṁ vartamānaḥ ajñaḥ. (SB 6.1.27). Ia berkata kembali, Vyāsadeva berkata kembali bahwa, "Bajingan ini berada pada .... dan ia sedang khusyuk dalam pelayanan kepada anaknya yang bernama Nārāyaṇa." Ia tidak memahami, "Omong kosong apa Nārāyaṇa ini?" Ia hanya tahu bahwa Nārāyaṇa adalah nama anaknya. Tetapi Nārāyaṇa begitu berbelas kasih kepadanya, bahwa karena ia sudah memanggil nama anaknya itu secara terus menerus. "Nārāyaṇa, kemarilah. Nārāyaṇa, ambillah ini," maka Kṛṣṇa menganggap bahwa, "Ia sedang berjapa Nārāyaṇa."

Kṛṣṇa begitu berbelas kasih. Ajāmila tidak pernah bermaksud mengatakan, "Aku akan pergi kepada Nārāyaṇa." Ia hanya menginginkan anaknya saja, karena ia sangat menyayangi anaknya itu. Tetapi ia menjadi mendapat kesempatan untuk mengucapkan nama suci Nārāyaṇa. Inilah keberuntungannya. Karena itu, dengan alasan inilah maka kita mengganti nama kita. Mengapa? Karena setiap nama dimaksudkan untuk menjadi seorang pelayan Kṛṣṇa. Seperti misalnya Upendra. Upendra artinya adalah Vāmanadeva. Jadi, jika kamu memanggil, "Upendra, Upendra," dan nama lainnya yang seperti itu, maka pengucapan atas nama itu akan diperhitungkan. Hal ini akan dijelaskan kemudian.

Jadi, di sini juga dikatakan ... Di dalam śloka pertama dikatakan, mūḍha. (SB 6.1.26). Dan di dalam śloka yang ke dua dikatakan, sa evaṁ vartamānaḥ ajñaḥ. (SB 6.1.27). Ajña berarti bajingan dan mūḍha juga berarti bajingan. Ajña berarti bodoh, ia yang tidak memiliki pengetahuan. Jña berarti orang yang memiliki pengetahuan. Ajña berarti orang yang tidak memiliki pengetahuan. Mṛtyu-kāla upasthite. Jadi, setiap orang yang ada di dalam dunia material ini adalah mūḍha, ajña. Ia tidak memperdulikan bahwa, "Aku akan bertemu dengan kematian. Saat segala sesuatu menjadi selesai, maka semua rencanaku, semua modalku, segala sesuatunya juga akan menjadi selesai." Ia tidak memahami hal itu. Ia mengetahui hal itu, tetapi ia tidak perduli untuk melaksanakan hal itu. Karena itu, setiap orang adalah mūḍha dan ajña.

Kemudian, sekalipun kematian sudah datang, matiṁ cakāra tanaye bāle nārāyaṇāhvaye. Ia sudah merasakan, "Sekarang aku sedang sekarat, kematian sudah dekat." Tetapi tetap saja ia masih memikirkan anaknya. Jadi, yaṁ yaṁ vāpi smaran loke tyajaty ante. (BG 8.6). Ia memiliki seorang anak dan nama anaknya adalah Nārāyaṇa. Karena itu, kedudukannya menjadi berbeda. Tetapi jika aku memiliki rasa sayang yang sama, tetapi rasa sayangku aku tujukan kepada anjingku, lalu seperti apakah nantinya kedudukanku? Sudah sewajarnya, aku akan memikirkan anjingku dan dengan segera aku akan mendapatkan badan lain berupa badan seekor anjing. Itulah hukum alam. Yaṁ yaṁ vāpi smaran loke tyajaty ante kalevaram. Pada saat itu ... Ujiannya adalah pada saat kematian datang, maka pada saat itulah akan diputuskan mengenai badan apa yang akan kamu peroleh berikutnya. Jadi, yaṁ yaṁ vāpi smaran bhāvam. Seperti ia yang sangat menyayangi anaknya. Ia terus memikirkan anaknya. Maka sama halnya, jika kamu sangat menyayangi anjingmu atau sesuatu yang lain, maka kamu akan memikirkan hal itu pada saat kematianmu . Karena itu, berlatihlah mengucapkan Hare Kṛṣṇa, sehingga saat kematian datang kamu bisa memikirkan Kṛṣṇa dan hidupmu menjadi berhasil.

Terimakasih banyak.

Penyembah : Jaya Prabhupāda!