ID/BG 2.21

Revision as of 01:23, 28 June 2018 by Vanibot (talk | contribs) (Vanibot #0019: LinkReviser - Revised links and redirected them to the de facto address when redirect exists)
(diff) ← Older revision | Latest revision (diff) | Newer revision → (diff)
Śrī Śrīmad A.C. Bhaktivedanta Swami Prabhupāda


ŚLOKA 21

वेदाविनाशिनं नित्यं य एनमजमव्ययम् ।
कथं स पुरुषः पार्थ कं घातयति हन्ति कम् ॥२१॥
vedāvināśinaḿ nityaḿ
ya enam ajam avyayām
kathaḿ sa puruṣaḥ pārtha
kaḿ ghātayati hanti kam

Sinonim

veda—mengetahui; avināśinam—dapat dimusnahkan; nityam—senantiasa berada; yaḥ—orang yang; enam—ini (sang roh); ajam—tidak dilahirkan; avyayām—tidak dapat diubah; katham—bagaimana; saḥ—itu; puruṣaḥ—seseorang; pārtha—wahai Pārtha (Arjuna); kam—siapa; ghātayāti—menyebabkan melukai; hanti—membunuh; kam—siapa..

Terjemahan

Wahai Pārtha, bagaimana mungkin orang yang mengetahui bahwa sang roh tidak dapat dimusnahkan, bersifat kekal, tidak dilahirkan dan tidak pernah berubah dapat membunuh seseorang atau menyebabkan seseorang membunuh?

Penjelasan

Segala sesuatu tentu ada gunanya dan ada benarnya, sehingga orang yang mantap dalam pengetahuan yang lengkap mengetahui bagaimana dan di mana menggunakan sesuatu untuk penggunaan yang sebenarnya. Begitu pula dengan kekerasan, ada gunanya, dan bagaimana caranya menggunakan kekerasan dipahami oleh orang yang berpengetahuan. Walau pun seorang hakim menjatuhkan hukuman mati terhadap orang yang terbukti telah melakukan pembunuhan, hakim itu tidak dapat disalahkan karena dia memerintahkan kekerasan terhadap orang lain menurut undang-undang keadilan. Dalam Manu-saṁhitā, kitab hukum bagi manusia, dibenarkan bahwa hendaknya seorang pembunuh dijatuhi hukuman mati supaya dalam penjelmaannya yang akan datang dia tidak harus menderita karena dosa besar yang telah dilakukannya. Karena itu, apabila seorang raja menjatuhkan hukuman mati terhadap seseorang, itu sebenarnya bermanfaat bagi orang itu. Begitu pula, apabila Kṛṣṇa memerintahkan pertempuran, harus disimpulkan bahwa kekerasan itu demi keadilan yang paling utama. Karena itu, sebaiknya Arjuna mengikuti perintah tersebut, dengan menyadari bahwa kekerasan seperti itu, yang dilakukan dalam rangka bertempur demi Kṛṣṇa, bukanlah kekerasan belaka. Bagaimanapun, manusia, atau lebih tepatnya sang roh, tidak dapat dibunuh; karena itu, demi pelaksanaan keadilan, apa yang disebut dengan kekerasan diperbolehkan. Operasi pembedahan tidak dimaksudkan untuk membunuh seorang penderita, melainkan untuk menyembuhkan penyakitnya. Jadi, pertempuran yang akan dilaksanakan oleh Arjuna atas perintah Kṛṣṇa adalah pertempuran dengan dasar pengetahuan sepenuhnya. Karena itu, tidak mungkin ada reaksi dosa.