ID/Prabhupada 0894 - Kewajiban Harus Tetap Dilaksanakan, Meskipun Itu Menimbulkan Sedikit Penderitaan - Itu Disebut Sebagai Tapasya

Revision as of 03:48, 12 July 2019 by Vanibot (talk | contribs) (Vanibot #0023: VideoLocalizer - changed YouTube player to show hard-coded subtitles version)
(diff) ← Older revision | Latest revision (diff) | Newer revision → (diff)


730417 - Lecture SB 01.08.25 - Los Angeles

Jadi, inilah pertanyaan yang diajukan oleh Arjuna kepada Kṛṣṇa, yaitu bahwa, "Apapaun yang Anda sabdakan, semuanya benar. Bahwa hamba bukanlah badan ini, hamba adalah sang jiwa. Setiap orang bukanlah badan ini. Ia adalah sang jiwa. Jadi, pada saat peleburan badan ini ...."

(berbisik). Hentikan itu.

"Pada saat peleburan badan ini, sang jiwa tetap ada. Namun saat hamba melihat anak hamba atau kakek hamba sedang sekarat saat sedang hamba binasakan, maka bagaimana hamba bisa menghibur serta meyakinkan diri hamba sendiri bahwa kakek hamba serta anak hamba tidak meninggal, melainkan mereka hanya sedang menggantikan badan saja? Karena hamba terbiasa untuk berpikir secara demikian. Maka sudah pasti akan ada kesedihan."

Maka Kṛṣṇa menjawab, "Ya, itu memang benar. Maka dari itu engkau harus mentoleransi hal itu, itu saja. Tidak ada cara penyembuhan lainnya." Tāṁs titikṣasva bhārata. Kṛṣṇa tidak pernah mengatakan bahwa hal-hal itu bukanlah kenyataan, saat Arjuna menjelaskan bahwa, "Hamba memahami bahwa ketika anak hamba meninggal, ia hanya sedang menggantikan badannya, demikian juga ketika kakek hamba meninggal, ia juga hanya sedang menggantikan badannya saja, hamba memahami hal itu. Tetapi tetap saja, karena rasa kasih sayang kepada badan ini, maka hamba menjadi harus menderita." Maka kemudian Kṛṣṇa menjawab, "Ya, penderitaan itu ada. Karena engkau juga sedang berada pada konsep kehidupan yang didasarkan atas badan. Karena itulah ada penderitaan. Dan untuk itu, tidak ada cara penyembuhan lainnya selain dengan mentoleransinya. Tidak ada cara penyembuhan lain." Mātrā-sparśās tu kaunteya śītoṣṇa-sukha-duḥkha-dāḥ. (BG 2.14).

Seperti halnya di negaramu, sangatlah dingin untuk mandi di pagi hari, sehingga hal itu menjadi tugas yang sedikit sulit untuk dilaksanakan. Tetapi apakah itu berarti bahwa mereka yang adalah para penyembah lalu menjadi tidak mandi? Tidak. Meskipun udara sangat dingin, seseorang tetap harus mandi. Kewajiban harus tetap dilaksanakan. Kewajiban harus tetap dilaksanakan, meskipun itu menimbulkan sedikit penderitaan - Itu disebut sebagai tapasya. Tapasya berarti bahwa kita harus memperlama atau melanjutkan urusan-urusan kesadaran Kṛṣṇa kita, meskipun kita sedang berada di dalam bahaya serta bencana di dunia ini. Inilah yang disebut sebagai tapasya.

Tapasya artinya adalah menerima kesulitan hidup secara sukarela. Terkadang dalam tapasya, dalam sistem tapasya, pada saat musim panas, saat sinar matahari sedang sangat terik-teriknya, mereka tetap saja menyalakan api unggun yang membentuk lingkaran di sekeliling mereka, lalu mereka duduk di tengah lingkaran api itu dan bermeditasi. Ada proses-proses tapasya yang seperti itu. Pada saat udara sedang sangat dingin, seseorang masuk ke dalam air dan merendam dirinya hingga sebatas leher untuk kemudian bermeditasi. Hal-hal seperti ini disarankan di dalam tapasya.

Tetapi Tuhan Śri Caitanya Mahāprabhu tidak memberimu saran yang seperti itu. Beliau memberimu program yang sangat menyenangkan yaitu berjapa, menari dan menerima prasādam. (tertawa). Namun tetap saja kita tidak mau melaksanakan hal itu. Kita tidak mau menerima tapasya ini. Lihatlah, betapa jatuhnya kita ini. Su-sukhaṁ kartum avyayam. (BG 9.2). Inilah jenis tapasya yang sangat mudah untuk dilaksanakan dan sangat menyenangkan. Tetapi tetap saja kita tidak setuju untuk melaksanakannya. Kita lebih suka untuk membusuk di jalanan, berbaring di manapun dan di mana-mana, dan tetap saja juga selalu berpikir, "Aku akan minum-minum, lalu aku akan berhubungan seks dan kemudian aku akan tidur."

Jadi, apa yang bisa dilakukan? Kita sudah diberikan fasilitas yang sangat baik. Datanglah kemari, berjapalah, menarilah dan hiduplah dengan damai serta terimalah kṛṣṇa-prasādam. Berbahagialah. Tetapi, orang-orang tidak akan mau menerima hal ini. Maka inilah yang disebut sebagai ketidak-beruntungan. Karena itu Caitanya Mahāprabhu berkata, etādṛśī tava kṛpā bhagavan mamāpi durdaivam īdṛśam ihājani nānurāgaḥ. (CC Antya 20.16). Dan Caitanya Mahāprabhu juga berkata, nāmnām akāri bahudhā nija-sarva-śaktiḥ. Di dalam nama suci Tuhan, nama suci Kṛṣṇa, yang rohani ini, terdapat semua potensi. Sebagaimana Kṛṣṇa memiliki potensi-potensiNya yang tidak terbatas, maka sama halnya di dalam nama ini, nama suci Kṛṣṇa, terdapat juga potensi-potensi yang tidak terbatas itu.

Jadi, nāmnām akāri bahudhā. Ada sangat banyak nama Kṛṣṇa. Kṛṣṇa. memiliki ribuan dan ribuan nama. Namun nama "Kṛṣṇa" merupakan nama yang utama. nāmnām akāri bahudhā nija-sarva-śaktis tatrārpitā niyamitaḥ smaraṇe na kālaḥ. Dan tidak ada tata cara serta aturan yang ketat yang menyatakan bahwa kamu harus berjapa di saat ini atau di saat itu. Tidak. Setiap saat. Setiap saat kamu bisa melakukannya. Dan nama itu sama dengan Kṛṣṇa. Dengan logika yang seperti itu, maka nama itu, nama suci Kṛṣṇa adalah Kṛṣṇa. Nama itu tidak lain dan tidak bukan adalah Kṛṣṇa sendiri Jangan berpikir bahwa Kṛṣṇa sedang berada di Goloka Vṛndāvana dan namaNya ini adalah suatu hal yang berbeda dari diriNya. Seperti halnya di dunia material, kita memiliki konsep ini, di mana suatu nama berbeda dengan bendanya. Namun di dalam Dunia Yang Mutlak, tidak ada perbedaan yang seperti itu. Maka karena itulah sebutannya adalah mutlak. Dan nama itu sama berpotensinya seperti Kṛṣṇa yang memiliki semua potensi.