ID/Prabhupada 1048 - Kamu Tidak Akan Pernah Menjadi Berbahagia, Kecuali Jika Kamu Pulang Kembali Kepada Tuhan - Ini Adalah Petunjuk Yang Sempurna: Difference between revisions

 
(Vanibot #0023: VideoLocalizer - changed YouTube player to show hard-coded subtitles version)
 
Line 10: Line 10:
<!-- END CATEGORY LIST -->
<!-- END CATEGORY LIST -->
<!-- BEGIN NAVIGATION BAR -- DO NOT EDIT OR REMOVE -->
<!-- BEGIN NAVIGATION BAR -- DO NOT EDIT OR REMOVE -->
{{1080 videos navigation - All Languages|Indonesian|ID/Prabhupada 1047 - Ia Sudah Menerima Sejumlah Kewajiban Yang Keliru Dan Ia Sudah Bekerja Keras Untuk Itu - Maka Ia Adalah Seekor Keledai|1047|ID/Prabhupada 1057 - Bhagavad-gītā Juga Dikenal Sebagai Gītopaniṣad, Intisari Dari Segala Pengetahuan Veda|1057}}
{{1080 videos navigation - All Languages|Indonesian|ID/Prabhupada 1047 - Ia Sudah Menerima Sejumlah Kewajiban Yang Keliru Dan Ia Sudah Bekerja Keras Untuk Itu - Maka Ia Adalah Seekor Keledai|1047|ID/Prabhupada 1049 - Guru Artinya Adalah Pelayan Tuhan Yang Setia - Itulah Guru|1049}}
<!-- END NAVIGATION BAR -->
<!-- END NAVIGATION BAR -->
<!-- BEGIN ORIGINAL VANIQUOTES PAGE LINK-->
<!-- BEGIN ORIGINAL VANIQUOTES PAGE LINK-->
Line 20: Line 20:


<!-- BEGIN VIDEO LINK -->
<!-- BEGIN VIDEO LINK -->
{{youtube_right|f3VW1LCPP-c|Kamu Tidak Akan Pernah Menjadi Berbahagia, Kecuali Jika Kamu Pulang Kembali Kepada Tuhan - Ini Adalah Petunjuk Yang Sempurna<br/>- Prabhupāda 1048}}
{{youtube_right|GkQtqdi3UU8|Kamu Tidak Akan Pernah Menjadi Berbahagia, Kecuali Jika Kamu Pulang Kembali Kepada Tuhan - Ini Adalah Petunjuk Yang Sempurna<br/>- Prabhupāda 1048}}
<!-- END VIDEO LINK -->
<!-- END VIDEO LINK -->


Line 36: Line 36:
Jadi, kita sudah menciptakan begitu banyak hal sehingga akhirnya ada begitu banyak kewajiban. Karena itu śāstra mengatakan, "Para bajingan ini tidak memahami apa sebenarnya kepentingan diri mereka yang sebenarnya." Na te viduḥ svārtha-gatiṁ hi viṣṇuṁ durāśayā. ([[Vanisource:SB 7.5.31|SB 7.5.31]]). Ia hanya sedang mengharapkan sesuatu yang tidak akan pernah bisa dipenuhi. Karena itulah ia disebut sebagai seorang bajingan. Kita sedang berusaha untuk menjadi berbahagia dengan menyesuaikan segala hal yang ada di dalam dunia material ini, tetapi sang bajingan ini tidak memahami bahwa selama ia masih berada di dalam dunia material, maka kebahagiaan itu tidak akan pernah ada. Itulah yang disebut sebagai kekurang-ajaran.  
Jadi, kita sudah menciptakan begitu banyak hal sehingga akhirnya ada begitu banyak kewajiban. Karena itu śāstra mengatakan, "Para bajingan ini tidak memahami apa sebenarnya kepentingan diri mereka yang sebenarnya." Na te viduḥ svārtha-gatiṁ hi viṣṇuṁ durāśayā. ([[Vanisource:SB 7.5.31|SB 7.5.31]]). Ia hanya sedang mengharapkan sesuatu yang tidak akan pernah bisa dipenuhi. Karena itulah ia disebut sebagai seorang bajingan. Kita sedang berusaha untuk menjadi berbahagia dengan menyesuaikan segala hal yang ada di dalam dunia material ini, tetapi sang bajingan ini tidak memahami bahwa selama ia masih berada di dalam dunia material, maka kebahagiaan itu tidak akan pernah ada. Itulah yang disebut sebagai kekurang-ajaran.  


Kṛṣṇa berkata bahwa tempat ini adalah, duḥkhālayam aśāśvatam. ([[Vanisource:BG 8.15|BG 8.15]]). Dunia material ini, tempat di mana kita sedang berada saat ini, tempat di mana kita sedang terus menerus menggantikan badan yang berbeda-beda satu sesudah yang lainnya, tempat ini disebut sebagai duḥkhālayam. Mengapa aku harus menggantikan badanku? Mengapa ... Sebenarnya aku ini kekal. Na hanyate hanyamāne śarīre. ([[Vanisource:BG 2.20|BG 2.20]]). Karena itu kita harus belajar, kita harus menjadi terdidik, kita harus menerima pengetahuan dari yang sempurna. Dan Kṛṣṇa sendiri, Sang Pribadi Sempurna Yang Utama, Beliaulah yang sedang memberimu pengetahuan. Dan jika kita kemudian tidak mau menerima pengetahuan sempurna, maka itulah ketidak-beruntungan kita - kita justru mereka-reka, kita berangan-angan lalu kita menciptakan gagasan kita sendiri - maka hal seperti itu harus dipahami sebagai durāśayā.  
Kṛṣṇa berkata bahwa tempat ini adalah, duḥkhālayam aśāśvatam. ([[ID/BG 8.15|BG 8.15]]). Dunia material ini, tempat di mana kita sedang berada saat ini, tempat di mana kita sedang terus menerus menggantikan badan yang berbeda-beda satu sesudah yang lainnya, tempat ini disebut sebagai duḥkhālayam. Mengapa aku harus menggantikan badanku? Mengapa ... Sebenarnya aku ini kekal. Na hanyate hanyamāne śarīre. ([[ID/BG 2.20|BG 2.20]]). Karena itu kita harus belajar, kita harus menjadi terdidik, kita harus menerima pengetahuan dari yang sempurna. Dan Kṛṣṇa sendiri, Sang Pribadi Sempurna Yang Utama, Beliaulah yang sedang memberimu pengetahuan. Dan jika kita kemudian tidak mau menerima pengetahuan sempurna, maka itulah ketidak-beruntungan kita - kita justru mereka-reka, kita berangan-angan lalu kita menciptakan gagasan kita sendiri - maka hal seperti itu harus dipahami sebagai durāśayā.  


Kita sedang berpikir, "Aku akan menjadi berbahagia dengan cara seperti ini. Aku akan menjadi berbahagia dengan cara seperti itu ..." Tetapi, semua itu tidak ada. Kamu tidak akan pernah menjadi berbahagia, kecuali jika kamu pulang kembali kepada Tuhan. Ini adalah petunjuk yang sempurna. Seperti halnya seorang anak yang sedang marah, ia lalu meninggalkan ayahnya. Ayahnya adalah seorang yang kaya raya, segala sesuatunya tersedia, tetapi sang anak justru memilih untuk menjadi hippie. Jadi sama halnya, keadaan kita juga sama seperti itu. Ayah kita adalah Kṛṣṇa. Kita bisa tinggal di sana dengan sangat nyaman, tanpa adanya gangguan, tanpa perlu berusaha untuk mengumpulkan uang, tetapi kita sudah memutuskan untuk tinggal di sini, di dunia material ini. Maka inilah yang disebut sebagai keledai. Inilah sebabnya ... maka ia disebut sebagai mūḍha.  
Kita sedang berpikir, "Aku akan menjadi berbahagia dengan cara seperti ini. Aku akan menjadi berbahagia dengan cara seperti itu ..." Tetapi, semua itu tidak ada. Kamu tidak akan pernah menjadi berbahagia, kecuali jika kamu pulang kembali kepada Tuhan. Ini adalah petunjuk yang sempurna. Seperti halnya seorang anak yang sedang marah, ia lalu meninggalkan ayahnya. Ayahnya adalah seorang yang kaya raya, segala sesuatunya tersedia, tetapi sang anak justru memilih untuk menjadi hippie. Jadi sama halnya, keadaan kita juga sama seperti itu. Ayah kita adalah Kṛṣṇa. Kita bisa tinggal di sana dengan sangat nyaman, tanpa adanya gangguan, tanpa perlu berusaha untuk mengumpulkan uang, tetapi kita sudah memutuskan untuk tinggal di sini, di dunia material ini. Maka inilah yang disebut sebagai keledai. Inilah sebabnya ... maka ia disebut sebagai mūḍha.  

Latest revision as of 04:01, 12 July 2019



750712 - Lecture SB 06.01.26-27 - Philadelphia

Kita sedang berada dalam keadaan kehidupan terikat ini karena kita sedang dipisahkan dari Sang Kepribadian Asli, Kṛṣṇa. Karena kita adalah bagian yang tidak terpisahkan dariNya. Tetapi kita sudah melupakan hal ini. Kita sedang berpikir bahwa kita adalah bagian yang tidak terpisahkan dari Amerika atau India. Inilahyang disebut sebagai khayalan. Mereka hanya tertarik pada hal seperti itu ... Seseorang tertarik kepada negaranya, seseorang lainnya tertarik kepada masyarakat atau keluarganya.

Jadi, kita sudah menciptakan begitu banyak hal sehingga akhirnya ada begitu banyak kewajiban. Karena itu śāstra mengatakan, "Para bajingan ini tidak memahami apa sebenarnya kepentingan diri mereka yang sebenarnya." Na te viduḥ svārtha-gatiṁ hi viṣṇuṁ durāśayā. (SB 7.5.31). Ia hanya sedang mengharapkan sesuatu yang tidak akan pernah bisa dipenuhi. Karena itulah ia disebut sebagai seorang bajingan. Kita sedang berusaha untuk menjadi berbahagia dengan menyesuaikan segala hal yang ada di dalam dunia material ini, tetapi sang bajingan ini tidak memahami bahwa selama ia masih berada di dalam dunia material, maka kebahagiaan itu tidak akan pernah ada. Itulah yang disebut sebagai kekurang-ajaran.

Kṛṣṇa berkata bahwa tempat ini adalah, duḥkhālayam aśāśvatam. (BG 8.15). Dunia material ini, tempat di mana kita sedang berada saat ini, tempat di mana kita sedang terus menerus menggantikan badan yang berbeda-beda satu sesudah yang lainnya, tempat ini disebut sebagai duḥkhālayam. Mengapa aku harus menggantikan badanku? Mengapa ... Sebenarnya aku ini kekal. Na hanyate hanyamāne śarīre. (BG 2.20). Karena itu kita harus belajar, kita harus menjadi terdidik, kita harus menerima pengetahuan dari yang sempurna. Dan Kṛṣṇa sendiri, Sang Pribadi Sempurna Yang Utama, Beliaulah yang sedang memberimu pengetahuan. Dan jika kita kemudian tidak mau menerima pengetahuan sempurna, maka itulah ketidak-beruntungan kita - kita justru mereka-reka, kita berangan-angan lalu kita menciptakan gagasan kita sendiri - maka hal seperti itu harus dipahami sebagai durāśayā.

Kita sedang berpikir, "Aku akan menjadi berbahagia dengan cara seperti ini. Aku akan menjadi berbahagia dengan cara seperti itu ..." Tetapi, semua itu tidak ada. Kamu tidak akan pernah menjadi berbahagia, kecuali jika kamu pulang kembali kepada Tuhan. Ini adalah petunjuk yang sempurna. Seperti halnya seorang anak yang sedang marah, ia lalu meninggalkan ayahnya. Ayahnya adalah seorang yang kaya raya, segala sesuatunya tersedia, tetapi sang anak justru memilih untuk menjadi hippie. Jadi sama halnya, keadaan kita juga sama seperti itu. Ayah kita adalah Kṛṣṇa. Kita bisa tinggal di sana dengan sangat nyaman, tanpa adanya gangguan, tanpa perlu berusaha untuk mengumpulkan uang, tetapi kita sudah memutuskan untuk tinggal di sini, di dunia material ini. Maka inilah yang disebut sebagai keledai. Inilah sebabnya ... maka ia disebut sebagai mūḍha.

Kita tidak memahami apa sebenarnya kepentingan kita yang sebenarnya. Dan kita hanya sedang mengharapkan sesuatu yang tidak mungkin terwujud, "Aku akan menjadi berbahagia dengan cara ini, aku akan menjadi berbahagia dengan cara itu ...." Karena itulah maka kata ini dipergunakan, mūḍha. Mereka tidak memahami apa sebenarnya kebahagiaan itu. Ia hanya sedang berusaha melalui satu bagian, lalu pindah ke bagian lain, kemudian berusaha lagi melalui satu bagian dan kemudian pindah ke bagian lain, "Sekarang aku akan menjadi berbahagia." Sang keledai.

Sang keledai ... Terkadang sang tukang cuci juga duduk di atas punggungnya dengan membawa seikat rumput, lalu menempatkan rumput itu di hadapan sang keledai. Sang keledai ingin memakan rumput itu. Tetapi setiap kali ia melangkah maju, maka rumput itupun ikut berpindah maju. (tertawa). Dan sang keledai berpikir, "Hanya tinggal satu langkah ke depan saja, maka aku akan mendapatkan rumput itu." Tetapi karena ia seekor keledai, maka ia tidak memahami bahwa, "Rumput itu diletakkan sedemikian rupa sehingga sekalipun aku berusaha untuk mengambilnya selama bertahun-tahun, aku tidak akan pernah bisa mendapatkannya ..." Inilah sang keledai. Ia tidak bisa mempergunakan akal sehatnya bahwa, "Meskipun aku berusaha untuk menjadi berbahagia di dunia material ini selama jutaan dan milyaran tahun, tetap saja aku tidak akan pernah menjadi berbahagia."

Karena itu, kamu harus menerima pengetahuan dari seorang guru yang memahami semuanya. Dan karena itu pula sang guru dipuja,

ajñāna-timirāndhasya
jñānāñjana-śalākayā
cakṣur unmīlitaṁ yena
tasmai śrī-gurave namaḥ